TRIBUNNEWS.COM - Perdana Menteri Belgia Bart De Wever menyatakan negaranya tidak akan menangkap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, yang saat ini sedang berada di bawah surat perintah penangkapan dari Mahkamah Pidana Internasional (ICC).
Dalam wawancara dengan televisi VRT pada Kamis (3/4/2025) malam, De Wever menegaskan bahwa realitas politik dan pertimbangan praktis lebih menentukan daripada idealisme hukum internasional.
“Ada yang namanya politik praktis," ujar De Wever, dikutip dari The Brussels Times.
"Saya rasa tidak ada satu pun negara Eropa yang akan menangkap Tn Netanyahu jika dia pergi ke sana,” lanjutnya.
Pernyataan tersebut mencerminkan sikap skeptis terhadap kemungkinan negara-negara Eropa melaksanakan surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu.
ICC menuduh Netanyahu bertanggung jawab atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan selama konflik Israel-Hamas.
Salah satu tuduhan yang diarahkan adalah penggunaan kelaparan sebagai senjata perang.
De Wever menambahkan diplomasi sering kali menempatkan pertimbangan etika di urutan kedua setelah kepentingan praktis negara.
“Dalam kerangka itu, pertimbangan praktis lebih diutamakan daripada pertimbangan etis,” katanya.
Komentar De Wever datang di tengah ketegangan geopolitik dan perdebatan internasional soal bagaimana negara-negara harus menyikapi pemimpin dunia yang menjadi target surat perintah dari ICC.
Oposisi Belgia dan Kelompok HAM Bereaksi Keras
Pernyataan ini memicu kemarahan dari oposisi Hijau dan kelompok hak asasi manusia.
Baca juga: Penangkapan Rodrigo Duterte Guncang Dunia, ICC Kirim Sinyal Keras untuk Putin dan Netanyahu
Anggota parlemen Flemish Hijau, Staf Aerts (Groen), menyebutnya sebagai "pergeseran besar dalam kebijakan luar negeri Belgia" dan menyayangkan Belgia yang kini tampak tidak menghormati hukum internasional.
Organisasi HAM CNCD 11.11.11 menyebut pernyataan De Wever "tidak dapat diterima".
Mereka menegaskan bahwa hukum internasional bukanlah sesuatu yang bisa dipilih sesuka hati.