TRIBUNNEWS.COM – Sebuah burger tidak dibuat di dapur, melainkan di laboratorium menggunakan “daging tumbuh”. Proses pembuatannya menelan biaya yang mencengangkan, mencapai AS$325.000 (sekitar Rp3,25 miliar). Wow.
Tentunya ini merupakan burger yang sangat mahal, sekitar 100.000 kali lebih mahal dibandingkan harga burger biasa. Harga tersebut merupakan jumlah dana yang Mark Post, ahli fisiologi pembuluh darah dari University of Maastricht, gunakan untuk proyeknya menumbuhkan daging dalam cawan petri.
Untuk membuat dagingnya, Post memanen sel induk (stem cell) dari limbah rumah pemotongan hewan. Ini tidak mengubah fakta bahwa sel-sel tersebut sendiri masih tetap sama dengan yang ada pada tubuh sapi, dalam hal apa pun.
Post menambahkan nutrisi ke dalam sel, menyebabkan mereka tumbuh menjadi jaringan otot, yang kemudian ditarik untuk “melatih” dan menjaganya dari atropia (terhentinya pertumbuhan). Kurangnya darah membuat daging tersebut tidak memiliki warna apa pun.
Sejauh ini, potongan yang dibuat hanya sekitar satu inci dan sangat tipis. Namun pengepakan bersama yang cukup berhasil membuat daging ini menjadi daging patty yang wajar.
Daging ini, pada akhirnya, tidak hanya untuk orang yang mual saat memakan hewan (tampaknya ini akan meredakan kemarahan dari para vegetarian). Isu nyatanya adalah bahwa daging sapi dan babi sangat menguras energi dan lahan. Padahal kebutuhan akan daging di seluruh dunia meningkat seiring bertambahnya jumlah orang kaya di dunia.
Terkait isu deforestasi untuk penggembalaan dan kontribusinya terhadap emisi gas yang menimbulkan efek rumah kaca, membuat semakin banyak daging yang diproduksi tidak terlihat sebagai pilihan yang berkelanjutan.