TRIBUNNEWS.COM JAKARTA.- Untuk memaksimalkan penggunaan alat kontrasepsi, Indonesia harus mempunyai lembaga riset yang kuat.Kalau tidak, akan tertinggal karena selalu membeli hasil riset yang dihasilkan oleh negara maju,
Indonesia harus mencontoh negara-negara maju dalam menekan pertumbuhan jumlah penduduk. Pasalnya, negara-negara tersebut punya riset yang memadai untuk kampanye penggunaan alat kontrasepsi.
Menurut Pakar Kependudukan Sugiri Syarief , Senin (1/7/2013) alat kontrasepsi adalah salah satu faktor utama untuk mengontrol angka kelahiran, oleh karena itu, sepantasnya Indonesia meniru kesuksesan dari negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Australia.
Kata Sugiri , negara -negara maju sudah banyak menggunakan alat kontrasepsi dengan metodologi jangka panjang. Jenis kontrasepsi yang dimaksud antara lain perangkat intrauterin (IUD) dan implant.
Mengacu data National Survey of Family Growth yang dirilis beberapa waktu lalu, para peneliti menemukan, sekitar 60% wanita Amerika Serikat (AS) menggunakan metode kontrasepsi yang efektif.
Selain itu, sebuah studi baru bertajuk “Effectiveness of Long-Acting Reversible Contraception” oleh Winner et al. di New England Journal of Medicine. Studi tersebut menyebutkan, sekitar 50% dari kehamilan yang tidak diinginkan di AS akibat pemilihan kontrasepsi yang tidak konsisten dan tidak benar.
Para peneliti mencatat, bahwa penggunaan kontrasepsi jangka panjang reversibel (Long-Acting Reversible Contraception/LARC), seperti spiral atau susuk jauh lebih umum di negara-negara maju selain AS.
Secara keseluruhan, peserta yang menggunakan pil, koyo atau cincin memiliki risiko kegagalan kontrasepsi 20 kali lebih tinggi dibandingkan mereka yang menggunakan kontrasepsi jangka panjang.
Ini lebih baik dibandingkan Indonesia yang masih mengandalkan kontrasepsi sederhana, seperti pil, kondom, dan suntik. Akibatnya, dalam 10 tahun terakhir, total fertility rate (TFR) masih stagnan sebesar 2,6 atau pasangan suami-istri di Indonesia rata-rata memiliki hampir tiga anak.