TRIBUNNEWS.COM, DEPOK - Bahaya atau tidaknya mengonsumsi glutamat atau Monosodium glutamate (MSG) hingga kini masih menjadi perdebatan di masyarakat.
Namun Ketua Umum PERGIZI PANGAN Indonesia, Prof Dr Hardiansyah menyatakan bahwa MSG dapat dikonsumsi tubuh.
Dari hasil penelitian konsumsi MSG di berbagai negara dihasilkan bahwa orang yang mengonsumsi MSG tidak mendapatkan dampak negatif. Seperti di China, masyarakatnya mengonsumsi MSG setiap harinya 0,6 - 6,8 gram. Kemudian di Jepang 3.0 gram setiap harinya, Amerika Serikat 1,0 gram, Indonesia 0,65 gram, Kanada 0,57 gram, dan di Inggris 0,57 gram.
"Di Indonesia itu ada keluarga yang mengonsumsi MSG 10 gram setiap harinya tidak ada masalah. Sesuai Permenkes No 33 tahun 2012 tentang bahan makanan, ada satu dari empat jenis penguat rasa yang diperbolehkan yakni yakni monosodium glutamate. Masih ada perdebatan di masyarakat karena peneliti di tahun 1969 itu menyuntikan 200 gram MSG ke tikus dan tikusnya mati," katanya dalam seminar nasional gizi dengan tema "Apakah Glutamat bermanfaat bagi tumbuh kembang anak?" di Universitas Pembangunan Nasional (UPN), Limo, Depok, Rabu (5/2/2014).
Menurut Hardiansyah, glutamat itu bisa dibuat dari fermentasi karbohidrat (jagung, tetes tebu, dan singkong) dengan bantuan bakteri Brevibacterium lactofermentum. Glutamat bebas terdapat dalam bumbu makanan. Di antaranya kecap ikan Vietnam, Thailand, dan China. Kemudian saos tiram dan terasi segar sertaa sejumlah keju impor.
Sedangkan glutamat dalam pangan atau alami terdapat di kerang, kepiting, ayam, udang lobster, daging sapi, telur dan susu, sejumlah buah-buahan seperti alpukat dan anggur.
"Dalam Air Susu Ibu (ASI) juga mengandung glutamat yang ditujukan untuk merangsang bayi meminum ASI. Glutamat itu sebagai zat gizi. Dalam tubuh glutamat paling banyak di otak dan otot. Sejauh ini belum ada penelitian tentang ibu hamil dilarang makan glutamat. Mengonsumsi glutamat itu tidak boleh berlebihan," tandasnya. (dod)