TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Konsumsi obat herbal sudah sejak lama dikenal masyarakat Indonesia.
Belakangan ini banyak tawaran pengobatan penyakit diabetes yang diklaim bisa menyembuhkan. Meski demikian masyarakat harus berhati-hati dalam mengonsumsi obat herbal.
Meski menggunakan kata "herbal" belum tentu obat yang dikonsumsi tersebut aman. Salah satu yang harus diwaspadai adalah interaksi herbal dengan obat medis.
"Selama kita tahu mekanisme obat dari dokter dan herbal tidak sama, ya tidak apa-apa diminum dua-duanya. Tapi kalau ternyata fungsi kedua obat sama harus hati-hati agar dosisnya tidak menjadi dua kali lipat," kata dr.Aris Wibudi, Sp.PD, dalam diskusi dengan media mengenai diabetes di Jakarta (21/9/15).
Walau kebanyakan dokter tidak merekomendasikan pasiennya menggunakan obat herbal, tetapi menurut Aris tidak ada salahnya mencoba obat herbal.
Namun, meski menggunakan obat herbal sebaiknya pasien tetap melakukan pengecekan kadar gula darah secara terukur dan tidak melepaskan obat-obatan dari dokter.
"Tetap juga harus berkonsultasi ke dokter. Kalau saya meminta pasien saya minum herbal tak lebih dari dua minggu, setelah itu cek lagi efektivitasnya," ujarnya.
Aris mengatakan, seorang dokter yang tidak pernah belajar tentang herbal sebaiknya jangan mengomentari tentang pengobatan herbal.
"Demikian juga dengan herbalis kalau tidak pernah belajar kedokteran medis jangan menggunakan istilah-istilah medis. Alangkah baiknya kalau dokter dan herbalis bekerja sama," katanya.
Mengenai pengobatan penyakit diabetes, ia menegaskan bahwa selain mengonsumsi obat-obatan diabetes pasien juga diharapkan mengubah pola hidupnya sehingga kadar gula darah terkendali.
Pengaturan pola makan dan juga aktivitas fisik adalah pilar pengobatan diabetes yang perlu dijalankan.
"Aktivitas fisik harus teratur 5 kali dalam seminggu masing-masing sekitar 30-45 menit untuk membentuk massa otot yang proporsional dan membakar lemak," katanya.