Konsumsi jamu yang mengandung tanin dapat mengurangi penyerapan tubuh terhadap obat-obatan berbahan kodein, efedrine, dan teofilline. Untuk meningkatkan efektivitas obat, sebaiknya hindari jamu berbahan herbal dengan rasa sepat, misalnya daun jambu biji dan teh.
Kodein merupakan obat pereda rasa nyeri, yang bisa menimbulkan kantuk pada beberapa penggunanya. Sedangkan efedrin kerap digunakan sebagai pelega pernapasan dan hidung tersumbat. Sementara konsumsi teofilline bertujuan merangsang susunan saraf pusat dan melemaskan otot polos terutama bronkus pada penderita asma.
• Pegagan dengan obat pengencer darah
Aspirin dan warfarin kerap diresepkan untuk mencegah penyumbatan pembuluh darah. Jika mengonsumsi obat-obat tersebut, sebaiknya hindari bawang putih, jahe, ginseng, pegagan, dan nanas. Selain itu, waspadai pula kandungan dan shen dan dang qui, yang terdapat dalam ramuan sinse.
Tanaman tersebut bersifat melancarkan peredaran darah. Bila dikonsumsi bersama aspirin atau warfarin berisiko menyebabkan perdarahan organ.
• Ginseng dengan obat jantung
Ada beberapa jenis tanaman bahan jamu yang dapat memengaruhi kerja obat jantung, misalnya ginseng, buah senna, licorice, dan ma huang. Tanaman ini berisiko menganggu ritme denyut jantung.
• Bawang putih, pare, dengan obat penurun kadar gula darah
Beberapa bahan jamu seperti bawang putih, pare, dan adas bersifat menurunkan kadar gula darah. Sebelum mengonsumsi sebaiknya konsultasikan terlebih dulu dengan dokter, terutama bila konsumen adalah pengguna insulin.
• Lidah buaya dengan obat pencahar
Mengonsumsi obat pencahar sebaiknya tidak dibarengi lidah buaya atau buah senna. Kedua tanaman ini mampu menunda penyerapan obat. Lidah buaya dan buah senna juga dapat melemahkan otot usus, sehingga berisiko menyebabkan ketergantungan jika dikonsumsi dalam waktu lama.
• Tanaman kumis kucing dan obat diuretik
Beberapa tanaman seperti keji beling, tempuyung, dan kumis kucing bersifat melancarkan buang air kecil. Jika dikonsumsi bersama obat antihipertensi dan diuretik memang dapat menambah efektivitas. Namun, buang air kecil yang berlebihan meningkatkan risiko kekurangan kalium. Frekuensi buang air kecil yang terlalu sering juga meningkatkan risiko infeksi saluran kandung kemih.