TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Si Kakak sulit bergaul tapi jago matematika. Si Adik sangat supel, namun tak suka hal-hal teknis.
Ternyata hal ini terkait dengan kemampuan otak kanan dan kiri anak.
Sebenarnya, lebih baik mengasah otak kiri atau otak kanan?
Proses tumbuh-kembang otak dimulai sejak janin hingga anak berusia balita. Karena itu, masa balita disebut sebagai periode emas (golden age) yang takkan terulang.
Pada masa ini pembentukan sistem saraf secara mendasar sudah terjadi. Di sinilah terjadi hubungan antara sel-sel saraf pada otak, dimana kuantitas dan kualitas sambungan sel saraf tersebut menentukan kecerdasan balita.
Perkembangan otak terjadi secara keseluruhan, termasuk pada belahan otak kiri dan otak kanan.
Belahan otak inilah yang akan menyimpan kemampuan anak yang berbeda-beda, yakni pada belahan otak kanan maupun kiri.
Banyak pakar berbeda pendapat mengenai mana yang lebih baik diasah antara otak kiri atau otak kanan.
“Tapi akan lebih baik bila kedua belahan otak berfungsi seimbang agar anak dapat berpikir kreatif, memiliki ingatan yang tajam, mampu mendengar dengan baik, menulis kreatif serta sanggup membaca dengan pemahaman penuh.”
Anak yang pintar di sekolah belum tentu masa depannya sukses. Untuk dapat sukses, selain nilai akademis yang baik, anak harus memiliki kemampuan berorganisasi dan bersosialisasi dengan baik serta dapat berempati dengan lingkungan.
“Maka saat kedua belahan otak kiri dan kanan berfungsi optimal, anak-anak akan tumbuh menjadi generasi pembelajar mandiri dengan masa depan yang bahagia dan sukses.”
Anak, terutama di masa periode emas adalah peniru yang ulung. “Maka terapkan pola asuh yang baik, dimulai dari usia bayi, balita, anak-anak sampai remaja sehingga kecerdasan spiritual dan emosional anak terbangun baik. Orangtua juga harus peka dengan minat anak, misalnya dengan memberi fasilitas yang mendukung minatnya.” (Tabloidnova.com/Hilman Hilmansyah)