TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pola pemikiran tenaga medis dalam hal ini dokter harus diubah dari fee for service menjadi remunerasi.
Alasannya,kini banyak dokter spesialis yang menyatakan bahwa remunerasi membuat pendapatan dokter berkurang.
"Yang menarik di RS Tarakan misalnya, setelah dugaan ini diteliti dan dilakukan pemeriksaan data, ternyata banyak dokter yang terlalu boros dalam menggunakan alat kesehatan (obat dan lain-lain)," ujar Kepala Dinas Kesehatan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Dr Koesmedi Priharto, SpOT, M. Kes.
Mantan Dirut RS Tarakan ini menjelaskan remunerasi perlu dikawal asosiasi profesi kesehatan dan Kementerian Kesehatan.
Namun faktanya, remunerasi ini sangat tergantung pada kondisi di masing-masing rumah sakit.
"Jadi besarannya tidak akan sama," ujar Koesmedi.
Sementara itu terkait Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), Koesmedi menyarankan agar tenaga medis dan provider kesehatan untuk mengubah kuratif menjadi promotif dan preventif.
Namun perubahan ini belum banyak dilakukan di lapangan.
"Hal ini menjadi pekerjaan rumah untuk seluruh pihak,"ujarnya.
Rumah sakit lanjut Koesmedi juga harus berinovasi dengan JKN dengan tetap mengedepankan upaya-upaya efisiensi dan efektifitas di semua sektor.
"Semakin cepat RS beradaptasi dengan sistem JKN semakin bagus bagi RS dalam menyongsong Universal Coverage di 2019,"ujarnya.