TRIBUNNEWS.COM - Bayi yang mengalami sindrom kepala datar ternyata berisiko lebih tinggi mengalami keterlambatan dalam proses tumbuh kembangnya.
Inilah kesimpulan dari studi yang dilakukan oleh para ahli dari George Institute for Global Health, University of Sydney di awal 2017.
Studi yang dilakukan oleh Asisten Profesor Alexandra Martiniuk ini merupakan studi pertama yang meneliti seputar hubungan antara keterlambatan proses tumbuh kembang dengan kondisi bentuk kepala datar yang dimiliki oleh bayi, terutama dalam aspek keterampilan motorik.
Hasil penelitian yang dimuat di Journal of Developmental and Behavioral Pediatricsÿ ini antara lain memaparkan bahwa keterlambatan dalam perkembangan motorik, bahasa, dan kognitif bayi sudah dapat terdeteksi sejak usia 6 bulan.
Keterlambatan ini akan terus bertahan hingga bayi berusia 3 tahun.
Tonton juga:
Menurut Martiniuk, jenis keterampilan motorik yang paling sering terhambat adalah kemampuan duduk dan merangkak. Setelah itu, biasanya diikuti juga dengan terlambat bicara.
Sindrom kepala datar bisa terjadi jika bayi sering tidur dalam posisi telentang dalam waktu yang lama.
"Kalau Ibu memerhatikan bentuk kepala si kecil terlihat datar, sebaiknya segera bawa ke dokter untuk diperiksa apakah dibutuhkan terapi tertentu. Selain itu, Ibu sebaiknya memberi waktu pada anak untuk beraktivitas dalam posisi tengkurap, tentu saja sambil tetap diawasi. Biasanya dengan sendirinya akan terjadi perubahan," kata Martiniuk.
Hal lain yang bisa dilakukan Ibu adalah sering-sering menempatkan bayi dalam posisi berbeda saat dia bangun. Misalnya dengan digendong tegak, dipangku sambil ditopang dengan tangan, hingga berbaring miring.
Dengan begitu, posisi kepala bayi juga akan berpindah-pindah serta otot lehernya akan jadi semakin kuat. Ini bisa membantu mencegah bentuk kepala datar yang membuat bayi terlambat berkembang, serta memperbaiki kondisinya bila bentuk kepalanya sudah telanjur datar.