TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nyeri di bagian dada sudah menjadi keluhan umum yang terjadi di masyarakat kita.
Ada anggapan, nyeri dada adalah gejala penyakit jantung padahal faktanya merupakan tanda penyakit yakni Gastroesophageal Reflux Disease (GERD).
GERD adalah kondisi asam lambung yang naik ke kerongkongan ini, memberi rasa tidak nyaman di sekitar mulut hingga lambung.
"Apabila GERD berlangsung lama akan menyebabkan kerusakan pada lapisan kerongkongan yang memicu timbulnya erosi, penyempitan bahkan kanker kerongkongan,” jelas dr. Hardianto Setiawan, SpPD-KGEH selaku dokter spesialis penyakit dalam dengan subspesialis gastroenterologi dan hepatologi Digestive Clinic Siloam Hospitals Kebon Jeruk (SHKJ) di Jakarta, Selasa (16/5/2017).
GERD disebabkan oleh kelainan kerongkongan yang diakibatkan tidak berfungsinya lower esophageal sphinchter (LES) di ujung bawah kerongkongan.
LES berfungsi sebagai “pintu” otomatis yang akan terbuka ketika makanan atau minuman turun ke lambung seperti pada hernia hiatal (bagian atas perut yang menonjol ke bagian permukaan diafragma) membuat makanan mengalir kembali ke kerongkongan.
Gejala dari GERD adalah rasa terbakar pada dada yang kadang menuju kerongkongan disertai dengan naiknya rasa asam ke mulut, nyeri dada mendadak, kesulitan menelan, suara serak, sakit tenggorokan, sering sendawa, karang gigi belakang, sinusitis berulang, dan kembung pada lambung.
SHKJ menyediakan diagnosis dan pengobatan GERD secara lengkap, berupa konsultasi dan pengobatan dokter di bidang gastroenterologi dan hepatologi yang kompeten, endoskopi saluran cerna bagian atas (tindakan non bedah untuk memeriksa kelainan anatomi, struktural.
Juga organis yang terdapat pada saluran cerna bagian atas mulai dari mulut sampai usus dua belas jari); dan tindakan pH metri impedance (tindakan untuk mengetahui keasaman, bentuk, dan jumlah reflux yang terjadi).
Tahap terakhir adalah operasi laparaskopi untuk penderita dengan gejala GERD yang parah dan tidak dapat disembuhkan dengan obat.