TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Kesehatan memilih untuk tetap memberikan layanan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) kepada perokok. Sembari melakukan hal itu Kemenkes tetap mengimbau masyarakat untuk tidak merokok.
Staf Ahli Kementerian Kesehatan Bidang Ekonomi Kesehatan Donald Pardede menjelaskan pemerintah tidak bisa menjustifikasi penderita penyakit paru diakibatkan aktivitas merokok.
Karena itu pemerintah kata Donald lebih memilih cara kampanye berhenti merokok daripada memberi hukuman.
"Bagaimana membuat orang tidak meorokok itu lebih penting daripada menghukum orang merokok dan melakukan pembuktian bahwa penyakit itu disebabkan oleh rokok," kata Donald di Forum Merdeka Barat 9, Jakarta, Kamis (7/12/2017).
Donald mengakui untuk meneliti seorang pasien sakit paru-paru akibat merokok cukup sulit. Pasalnya membutuhkan waktu dan biaya yang cukup besar.
Baca: Modus Pura-pura Tertabrak, Kawanan Bandit Bawa Kabur Toyota Rush Milik Warga Depok
"Harus diakui bahwa hal ini tidak mudah. Kalau kita katakan seorang sakit paru, untuk memastikan itu disebabkann oleh rokok, ini tidak mudah," jelas Donald.
Donald menambahkan sebaiknya masyarakat jangan langsung menyimpulkan seseorang sakit disebabkan perokok. Sehingga daripada membuang waktu menuduh, lebih baik kata Donald mencegah dan mengimbau para perokok.
"Membuktikan itu lebih sulit dan lebih mahal daripada men-judge seperti itu. Itulah sebabnya, Kemenkes lebih memilih gerakan ke hulunya," kata Donald.