TRIBUNNEWS.COM - Sebuah studi yang baru dipublikasikan dalam jurnal PNAS mengungkapkan bahwa dari 2010 ke 2015, penggunaan antibiotik di seluruh dunia naik 39 persen.
Hasil tersebut ditemukan setelah para peneliti mempelajari konsumsi antibiotik oleh manusia di 76 negara selama beberapa tahun .
Untuk setiap 1.000 orang, penggunaan antibiotik naik dari 11,3 dosis per hari pada 2000 menjadi 15,7 dosis per hari pada 2015.
Secara khusus, para peneliti menyoroti penggunaan penicilin, jenis antibiotik yang paling umum, karena meningkat 36 persen.
Kenaikan penggunaan antibiotik ini dikhawatirkan bisa menimbulkan resistensi.
Pasalnya menurut perkiraan pakar ekonomi Jim O’Neill dalam laporan berjudul The Review on Antimicrobial Resistance yang dipublikasikan pada 2014, sebanyak 10 juta kematian akibat resistensi antibiotik bisa terjadi pada 2050 jika konsumsi antibiotik kita tidak berubah.
Namun, para peneliti yang bekerja dalam studi baru ini menilai kenaikan penggunaan antibiotik yang mereka temukan tidak sepenuhnya buruk.
Sebab, kenaikan yang paling dramatis terjadi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, yakni 114 persen; sedangkan penggunaan antibiotik di negara-negara berpenghasilan tinggi menurun.
Selama ini, negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah memiliki tingkat penggunaan antibiotik yang rendah karena kurangnya akses terhadap antibiotik.
Eili Klein, peneliti dari Center for Disease Dynamics, Economics & Policy (CDDEP) yang menulis studi ini, mengatakan, (penggunaan antibiotik) adalah usaha keseimbangan yang sangat sulit.
Kenaikan ini menunjukkan ada lebih banyak orang yang mampu mengakses obat-obatan untuk menyelamatkan nyawa.
“Ini bukan hal buruk, tetapi kebanyakan infeksi ini sebetulnya dapat dicegah. Artinya, penyelesaian dari masalah ini tidak hanya sekadar mengurangi konsumsi antibiotik,” ujarnya, seperti dikutip Time, Senin (26/2/2018).