News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Imunoterapi Jadi Amunisi Terbaru Melawan Kanker

Editor: Eko Sutriyanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi

TRIBUNNEWS,COM, JAKARTA - Meningkatnya angka kejadian kanker di Indonesia dan di seluruh dunia melahirkan kekhawatiran tersendiri.

Sudah beberapa dekade perlawanan dilakukan terhadap penyakit kanker, namun angka kematian masih tinggi.

Berbagai penelitian di bidang terapi untuk kanker terus dilakukan untuk menghasilkan terapi kanker yang efektif.

Beberapa tahun terakhir, dunia penelitian mulai menaruh harapan besar pada imunoterapi yang kini menjadi harapan baru bagi pasien kanker. 

Dr dr Andhika Rachman, SpPD, KHOM, staf pengajar Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM menjelaskan bahwa imunoterapi memiliki tujuan yang sama dengan terapi kanker yang sudah dikembangkan sebelumnya, yaitu terapi target.

Artinya terapi menyasar langsung kepada sel kanker yang dituju. Hanya saja, pada imunoterapi, konsepnya sedikit berbeda.

"Imunoterapi memberikan kesempatan kepada sel kekebalan tubuh agar lebih aktif melawan sel kanker," katanya, Selasa (5/6/2018).

Baca: Terindikasi Kanker Hati, Ayah Olla Ramlan Ogah Jalani Perawatan di Rumah Sakit

Imunoterapi memutus ikatan antara PD-1 (Programmed Cell Death-1) yaitu reseptor yang ada di permukaan sel-T, sel yang berperan penting dalam sistem imun, dengan PD-L1 (Programmed Death-Ligand 1) yang ada di permukaan sel kanker.

Ketika PD-1 dan PD-L1 berikatan, maka sel T tak mampu mengenali sel kanker sehingga terjadi kegagalan untuk membunuh sel kanker sebagaimana seharusnya.

“PD-1 itu dijadikan salah satu kaki dari sel kanker tadi untuk melumpuhkan sel imun kita. PD-1 ditempel dan dimodifikasi, sehingga program untuk melumpuhkan sel kanker tidak berjalan,” kata Andhika.

Dibandingkan kemoterapi atau pengobatan kanker lainnya, pengobatan imunoterapi memiliki efektivitas yang cukup signifikan.

Itulah sebabnya sejak pertengahan tahun 2016 dunia mengalami euforia dengan imunoterapi karena sudah kehilangan harapan terhadap pengobatan konvensional yang responnya tidak signifikan.

Imunoterapi diharapkan dapat melawan semua jenis kanker, yang sel-selnya mengekspresikan PD-L1. Untuk menentukan apakah sel kanker mengekspresikan PD-L1, maka perlu dilakukan pemeriksaan biomolekular.

Baca: Pernah jadi Pacar Gading Marten Namun Gagal Menikah, Kini Artis Ini Beruntung Dinikahi Dokter Tajir

Untuk saat ini, pembrolizumab yang merupakan penghambat PD-1 (PD-1 inhibitor) adalah satu-satunya imunoterapi di Indonesia yang sudah disetujui oleh BPOM digunakan untuk terapi kanker paru dan kanker kulit jenis melanoma. Namun penelitian untuk pengobatan jenis kanker lain masih terus dilakukan.

"Hasil pengobatannya cukup signifikan yang ditandai dengan respon terapi yang lebih baik dan peningkatan angka kesintasan pasien,' katanya.

Sementara, Prof. dr. Iwan Dwiprahasto, M.Med.Sc, Ph.D, Farmakolog sekaligus Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta menambahkan, kendati merupakan pengobatan yang relatif baru, sejatinya imunoterapi sudah ada sejak lama.

Dalam 15 tahun terakhir perkembangan imunoterapi terbilang cukup pesat. Berbagai penelitian terus dilakukan untuk menghasilkan formulasi imunoterapi yang semakin baik.

“Imunoterapi pada prinsipnya merupakan terapi biologis yang bertujuan  membantu tubuh meningkatkan pertahanan alami dalam melawan kanker. Pada dasarnya setiap orang punya imunitas, tapi untuk melawan kanker yang bersarang di tubuhnya, sayangnya tidak [semua orang] memiliki imunitas yang cukup makanya diberikan imunoterapi,” ujar pakar farmakologi UGM ini.

Lebih rinci Prof Iwan menjelaskan ada tiga prinsip cara kerja imunoterapi. Pertama, dapat menghentikan atau memperlambat pertumbuhan sel kanker, tetapi menghentikan sama sekali hampir tidak mungkin.

Kedua imunoterapi bisa menghambat agar kankernya tidak menjalar atau menyebar ke bagian tubuh yang lain. Dan ketiga, membantu sistem kekebalan tubuh untuk lebih siap dalam menghancurkan sel-sel kanker.

Baca: 4 Cara Mencegah Kanker hati, Penyakit Yang Diderita Ayah Olla Ramlan

Bila membandingkan imunoterapi dengan terapi sebelumnya yaitu kemoterapi ada perbedaan cukup signifikan.

Obat kemoterapi umumnya berbasis kimia, sementara obat kimia memiliki kendala atau kelemahan tersendiri.

Ketika masuk ke dalam tubuh, obat kimia tersebut merusak semua sel baik sel kanker maupun sel-sel normal.

Selain itu, efek samping kemoterapi sangat mengganggu mulai dari mual muntah, rambut rontok dan lain-lain.

"Di samping itu karena tidak selalu mencapai target dengan tepat sering kali pemanfaatannya sangat terbatas maka  imunoterapi dianggap sebagai sebuah terobosan terapi baru untuk kanker,' katanya.

Perbedaan signifikan lainnya obat kimia atau kemoterapi tidak bisa menyasar jenis kanker tertentu. Sementara obat-obatan golongan imunoterapi bisa menyasar jenis kanker tertentu yang memang memiliki karakteristik khusus.

Prof Iwan menekankan tingkat efektivitas imunoterapi cukup tinggi dibanding terapi lain.

“Saat ini konsep penatalaksanaan kanker itu mengenal adanya precision medicine bukan lagi personalize medicine. Inti dari precision medicine adalah pengobatan yang lebih presisi karena ditemukan biomarker tertentu yang memang lebih cepat pergerakannya, maka obat-obatan imunoterapi kemudian menargetkan langsung biomarker-biomarker yang dimaksud tadi.”

Dr. Andhika menambahkan, saat ini aplikasi imunoterapi selain yang sudah terbukti efektif pada kanker paru dan kanker kulit, juga mulai  diterapkan pada kanker ovarium, kanker lambung, dan juga untuk kanker pankreas.

Hasil studi klinis terbaru menunjukkan hasilnya memang lebih bagus, di mana angka kesintasan meningkat lebih dari enam bulan dengan efek samping minimal.

Imunoterapi dapat dikatakan menjawab keinginan dunia yang mendambakan pengobatan kanker dengan keampuhan maksimal namun minimal efek sampingnya. Diharapkan pasien memiliki harapan hidup lebih panjang, meskipun kanker tidak dapat dihilangkan sepenuhnya.

 Kendala terbesar, menurut dr. Andhika, adalah harganya cukup mahal. Itu sebabnya dr Andhika berharap imunoterapi ini bisa masuk dalam skema BPJS, setidaknya tahun depan setelah seluruh rangkaian uji coba ini selesai.

 “Saya berharap, masih banyak jenis kanker yang bisa diujicobakan dengan terobosan imunoterapi ini untuk pengembangan di kanker lain setelah sukses pada kanker kulit, paru, rahim, dan lainnya. Dan tentu saja bagaimana harganya bisa lebih murah, karena saat ini untuk satu siklus imunoterapi sekitar 60 juta rupiah dikalikan 8, hasilnya bisa seharga satu rumah. Sementara angka kejidian kanker semakin tinggi,” kata dr. Andhika.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini