News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Ibadah Haji 2018

Suhu di Makkah 53 Derajat Celsius, Jemaah Lansia Rentan Alami Masalah Psikis

Editor: Eko Sutriyanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Petugas menyiapkan paspor dan visa jamaah calon haji (JCH) di gedung Sistem Informasi dan Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) Asrama Haji Embarkasi Surabaya (AHES), Sukolilo, Surabaya

TRIBUNNEWS.COM, MADINAH  - Orangtua rentan terhadap perubahan situasi baik perubahan eksternal seperti perubahan lingkungan maupun perubahan internal seperti perubahan situasi dalam tubuh misalkan kekurangan cairan.

Kerentanan akan semakin tinggi bagi jemaah yang memiliki penyakit yang menyertainya. Ini akan meningkatkan stress bagi jemaah tersebut.

Demikian disampaikan dr Miftakhul Huda Sp KJ yang menangani pasien psikiatri di Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) di Madinah.

Sejak dibuka tanggal 17 Juli 2018, Klinik Kesehatan Haji Indonesia telah merawat 17 pasien psikiatri, sebanyak 7 pasien telah kembali ke pondokan, dan mengevakuasi 4 pasien ke Makkah.

Jenis kelamin yang paling banyak dirawat adalah laki laki. Jemaah yang masih dirawat pada hari ini sebanyak 6 pasien.

Kasus psikiatri umumnya dipicu oleh kondisi sosial dan lingkungan yang sangat berbeda antara Saudi dan Indonesia.

Baca: Terbongkarnya Pemalsuan Dokumen 16 Calon Jemaah Haji Asal Lumajang Bermula dari Ini

Banyak jemaah haji harus beradaptasi dengan lingkungan dan kondisi sosial yang baru. Selain itu dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit dapat menyebabkan jemaah haji mengalami perubahan tingkah laku.

Jika sudah mengalami gangguan psikiatri yang berat maka dapat dipastikan jemaah haji akan digantikan dan tidak bisa menjalankan ibadahnya dengan baik.

Huda menyatakan bahwa pasien psikiatri sebagian besar berumur di atas 60 tahun. Menurutnya, para Lansia ini tidak mudah untuk beradaptasi dan belajar hal-hal baru.

“Kita tidak dapat mengatakan pasien itu dimensia sebelum diperiksa. Bisa saja dia ke sini karena gangguan adaptasi atau culture shock syndrom. Perbedaan antara kondisi di Indonesia dengan kondisi di sini. Mereka ke sini bertemu dengan kebiasaan dan budaya yang berbeda,” kata Huda.

Kita saja yang usia dewasa sering kesulitan untuk menerima modernisasi alat komunikasi seperti handphone yang lebih canggih, tambah Huda.

Huda mencontohkan beberapa kondisi yang memerlukan adaptasi dalam waktu cepat, misalnya penggunaan toilet, bentuk hotel dan kamar hotel yang sama.

“Mereka sulit mengenali. Susah mengingat pintu-pintu yang sama. Apalagi mengingat pintu keluar di masjid nomor berapa. Mereka seringkali lupa dan bingung,” jelas Huda.

Huda mengimbau, ketika sampai di Tanah Suci jemaah harus tenang. Semua yang ada di sini sudah disiapkan.

Baca: Uang Rp 3 Juta di Dalam Koper Milik Jemaah Haji Asal Brebes Hilang di Madinah

“Tidak usah khawatir, yang penting jangan terpisah dari rombongan. Kalau ada masalah kesehatan di sini bisa tanya petugas karena kita ada di sekitar Nabawi,” ujar Huda.

Suhu di Makkah pada saat di Armina akan mencapai kurang lebih 53 derajat Celcius tentu di sana keadaannya lebih berat daripada di Madinah yang saat ini suhunya sekitar 43 derajat. Oleh karenanya jemaah perlu menyiapkan mental bahwa di sana harus sehat. Diniatkan secara kuat bahwa ini adalah ibadah haji dan kita dapat melaksanakan ibadah tersebut.

“Mensugesti diri sendiri bahwa kita dapat melaksanakan ibadah haji akan dapat memberikan semangat untuk menjaga kesehatan”, terang Huda.

Selain kesiapan mental, kesiapan fisik juga perlu disiapkan. “Istirahat yang cukup, membawa obat-obatan yang dianjurkan dari Tanah Air. Bila ada keluhan dapat memeriksakan ke dokter kloter atau bila agak berat dapat dikonsultasikan di KKHI. Gunakan APD. Banyak makan buah-buahan dan banyak minum supaya tetap sehat,” terangnya.

Huda menyebutkan jemaah berisiko tinggi dengan masalah psikiatri sebetulnya dapat dikenali sejak di Tanah Air misalnya mudah lupa atau sering lupa di mana menaruh barang. Dehidrasi adalah salah satu faktor yang memperberat kondisi pasien.

“Dia sudah tua, iklim di sini beda. Di Indonesia tropis di sini panas, kelelahan, kurang cairan. Di negara lain merasa sendiri, tidak ada orang yang dikenali, kesulitan dalam berbahasa, jauh dari keluarga, ini mempengaruhi peningkatan stresnya. Apalagi saat terpisah dari rombongan dan tidak dapat berkomunikasi dengan handphone. Ini akan memperberat stressor bagi Lansia,” terang Huda lebih lanjut.

Berbeda dengan orang yang masih muda, mereka akan mudah beradaptasi yaitu dengan cara bertanya. Kepada para jemaah khususnya jemaah Lansia, Huda berpesan agar jangan berpisah dari rombongan.

“Bila ingin pergi harus ada yang mendampingi minimal 1 orang yang bisa berkomunikasi dan berani bertanya. Jangan lupa bawa minuman dan uang secukupnya, tidak lupa jika pergi izin kepada ketua regunya atau kepada teman satu kamar agar jika ada apa-apa bisa dibantu dan diinformasikan kepada petugas,” kata Huda.

Sementara itu, bila kita menemukan pasien yang stres, Huda menganjurkan agar kita menolongnya dengan memberikan kenyamanan kepada jemaah tersebut.

“Berikan kepercayaan bahwa dia tidak sendiri di sini. Ada kita. Kita memberikan jaminan. Selanjutnya kita lihat kebutuhan pasien. Misalnya dia butuh minum maka kita bantu sesuai dengan kebutuhannya,” katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini