Periset juga melakukan rekayasa pada tikus agar menghasilkan sedikit gen MITF.
Awalnya, periset menduga jika proses rekayasa tersebut akan memperlambat proses perubahan warna pada tikus.
Namun, mereka terkejut karena hasil yang didapat justru sebaliknya.
Akhirnya, periset menemukan bahwa tikus yang memiliki gen MITF dalam jumlah kecil memiliki lebih banyak protein yang ditemukan dalam sistem kekebalan yang disebut interferon.
Interferon membantu tubuh kita melindungi diri terhadap penyakit seperti meriang dan flu.
Pada dasarnya, tingkat gen MITF yang lebih tinggi dikaitkan dengan tingkat protein interferon yang lebih rendah.
Periset menyimpulkan bahwa ketika terlalu banyak interferon, sistem kekebalan tikus tidak tahu bagaimana cara berperilaku dan menyerang dari sel melanosit, bukan hanya virus asing.
Belum dapat dipastikan apakah memiliki lebih banyak gen MITF dapat menurunkan interferon, atau sebaliknya.
Periset hanya tahu menemukan hubungan antara sistem kekebalan dan gen yang berkontribusi pada warna rambut manusia.
Ini hanyalah titik awal untuk penelitian lebih lanjut mengenai sistem kekebalan dan munculnya uban.
Menurut peneliti, temuan ini juga dapat membantu menjelaskan kondisi lain yang melibatkan pigmentasi, seperti vitiligo.