TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perjuangan setiap ibu hamil tentunya berbeda-beda.
Seperti yang terjadi pada penyanyi jebolan Indonesian Idol, Winda Viska yang mengalami hipertensi dan kelainan saat hamil anak keduanya.
Winda Viska harus rela melahirkan anak keduanya Mahesa Mulya Tan secara prematur karena masalah preeklamsia yang dideritanya.
Sejak usia kehamilan 7 bulan, tekanan darah Windah Viska sudah melebihi batas aman yakni 140/110 mm Hg.
Tekanan darah itu terus meningkat sampai di usia kehamilan 8 bulan menjadi 180/120 mm Hg, 160 /120 mm Hg, hingga 200/140 mg Hg.
Baca: Alami Preklamsia, Winda Idol Lemas Saat Dokter Memutuskan Bayinya Harus Lahir Lebih Cepat 1 Bulan
"Yang tadinya lempeng-lempeng saja, saat melihat dokter berubah serius, tegas, dan tegang, saya langsung terhenyak," ujarnya.
Dilansir dari Mayo Clinic, preeklamsia adalah komplikasi kehamilan yang ditandai dengan tekanan darah tinggi dan tanda-tanda kerusakan pada sistem organ lain, paling sering pada hati dan ginjal.
Salah satu tanda preeklamsia yang khas ialah kenaikan tekanan darah yang melebihi 140/90 mm Hg.
Bila tidak segera ditangani dengan cepat dan tepat, preeklamsia dapat menyebabkan komplikasi serius bagi ibu.
Komplikasi preeklamsia yang bisa terjadi seperti gagal hati atau ginjal dan masalah kardiovaskular di masa depan.
Selain itu preeklamsia juga bisa menyebabkan kondisi yang mengancam jiwa.
Baca: Hamil 7 Bulan, Winda Viska Absen Mudik
Beruntungnya, Winda Viska dapat melahirkan anak keduanya dengan selamat pada 10 Oktober 2017
"Keinginan melahirkan normal pupus ketika PEB (Pre Eklamsia Berat) itu sudah menyerang ginjal dan terjadi hemolisis. Urin saya sudah berwarna merah. Juga tak terbayang saat melihat tensimeter menunjukan angka 200 per 140..
Bersukur. Sudah pasti, andai dokter tidak memutuskan langsung melakukan operasi sesar, ntah apa jadi nya saya dan bayi,” ungkap Winda menceritakan proses persalinnya yang penuh tantangan.
Selama kehamilan, Winda Viska mengaku mengalami kenaikan berat badan yang cukup besar dan bengkak-bengkak di beberapa bagian tubuh.
Kedua hal ini merupakan beberapa gejala khas preeklamsia.
Namun selain itu, ada pula beberapa gejala lain yang dapat menandakan preeklamsia pada ibu hamil.
Misalnya, seperti sakit kepala, penglihatan kabur, ketidakmampuan untuk mentoleransi cahaya terang, kelelahan, mual atau muntah, kurangnya buah air kecil, nyeri di perut kanan atas, sesak napas, dan kecenderungan untuk mudah memar.
Tidak kuat melihat cahaya terang, salahsatu ciri preeklamsia
Saat positif didiagnosis preeklamsia, dokter memberikan resep obat untuk mengontrol tekanan darah dan meminta Winda Viska mulai melakukan pola hidup sehat.
"Mulai dari makan, pola tidur, aktivitas fisik. Pastinya menurut dokter saya tidak boleh over dalam segala hal dan banyak pikiran.
Jadi harus selalu santai setiap hari," ujar Winda Viska mengingat permintaan dokter pribadinya.
Hingga sampai saat ini, para peneliti memang masih terus mempelajari cara-cara efektif untuk mencegah preeklamsia.
Selain mengontrol tekanan darah dan melakukan pola hidup sehat, dalam kasus-kasus tertentu dokter juga akan memberikan beberapa alternatif untuk mengurangi risiko preeklamsia.
Seperti meresepkan aspirin dosis rendah setiap hari - antara 60 dan 81 miligram - dimulai di akhir trimester pertama.
Serta suplemen kalsium untuk mencegah terjadinya preeklamsia.
Belajar dari pengalaman Winda Viska, ada beberapa hal yang perlu dipahami mengenai preeklamsia.
Pertama, preeklamsia merupakan salah satu penyebab kematian terbesar menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Mengutip data hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih tinggi, yaitu 359 per 100.000 kelahiran hidup.
Penyebab terbanyak kematian ibu hamil adalah preeklamsia, dengan angka kejadian sebesar 5,3%.
Ada beberapa faktor risiko penyebab preeklamsia yang perlu diwaspadai.
- Riwayat preeklamsia: Riwayat pribadi atau keluarga preeklamsia secara signifikan meningkatkan risiko preeklamsia.
- Hipertensi kronis: Seseorang yang udah memiliki hipertensi kronis, dapat memiliki risiko lebih tinggi terkena preeklamsia.
- Kehamilan pertama: Risiko mengembangkan preeklampsia paling tinggi selama kehamilan pertama.
- Paternitas baru: Setiap kehamilan dengan pasangan baru meningkatkan risiko preeklamsia lebih dari kehamilan kedua atau ketiga dengan pasangan yang sama.
- Usia: Risiko preeklampsia lebih tinggi untuk wanita hamil yang sangat muda serta wanita hamil yang berusia lebih dari 40 tahun.
- Ras: Perempuan kulit hitam memiliki risiko lebih tinggi mengembangkan preeklamsia daripada wanita kulit putih atau wanita yang Asia atau Hispanik.
- Kegemukan: Risiko preeklamsia lebih tinggi jika seseorang mengalami obesitas.
- Kehamilan ganda: Preeklamsia lebih sering terjadi pada wanita yang hamil kembar, kembar tiga atau kelipatan lainnya.
- Interval antar kehamilan: Memiliki bayi kurang dari dua tahun atau lebih dari 10 tahun secara terpisah, menyebabkan risiko preeklamsia yang lebih tinggi.
- Sejarah kondisi tertentu: Memiliki kondisi tertentu sebelum hamil, seperti tekanan darah tinggi kronis, migrain, diabetes tipe 1 atau tipe 2, penyakit ginjal, kecenderungan untuk mengembangkan pembekuan darah.
- Lupus: Meningkatkan risiko preeklamsia.
- Bayi Tabung: Risiko preeklampsia meningkat jika bayidikandung dengan fertilisasi in-vitro.