TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Perusahaan Laboratorium Pengujian Dan Kalibrasi Fasilitas Kesehatan (Alfakes) di Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Tahun 2019 yang digelar di Hotel Manhattan Jakarta, Selasa (5/3/2019), berkomitmen untuk menggencarkan kampanye pentingnya kalibrasi peralatan-peralatan medis.
Pasalnya, alat kesehatan yang belum dikalibrasi bisa berdampak fatal karena dapat menyebabkan salah diagnosa.
Menurut Ketua DPP Alfakes, H Hendrana Tjahjadi ST, Msi, kalibrasi menurut ISO/IEC Guide 17025 merupakan serangkaian kegiatan yang membentuk hubungan antara nilai yang ditunjukkan oleh instrumen ukur atau sistem pengukuran, atau nilai yang diwakili oleh bahan ukur, dengan nilai-nilai yang sudah diketahui yang berkaitan dari besaran yang diukur dalam kondisi tertentu. Intinya, kalibrasi adalah proses pengukuran dan pengujian suatu alat kesehatan.
"Kelayakan alat kesehatan tergantung dari hasil tahapan kalibrasi. Alat untuk menguji produk-produk alat kesehatan itu dinamakan kalibrator,” ungkap Hendrana disela-sela Rakernas.
Hendrana yang didampingi Wakil Ketua Alfakes Sonny Kasim SE dan Sekretaris Jenderal Alfakes, Mujiono Oetojo, menyatakan, masih banyak rumah sakit yang belum melakukan kalibrasi secara rutin.
“Seharusnya ini menjadi tanggung jawab moral rumah sakit. Padahal kalibrasi dilakukan hanya setahun sekali atau bila alat rusak. Alat yang sudah dikalibrasi akan diberi label hijau,” jelasnya.
Mengingat alat yang belum dikalibrasi bisa berakibat fatal salah diagnosa kepada pasien maka Hendrana mengajak masyarakat untuk lebih awas saat akan diperiksa dengan alat tertentu. Pasien harus berani bertanya apakah alat itu sudah dikalibrasi atau belum ketika berada di rumah sakit.
“Pasien berhak mempertanyakan apakah alat yang digunakan kepada dirinya sudah dikalibrasi atau belum, jika belum, pasien bisa menolak karena pasien dilundungi undang-undang. Pasien bisa menolak bahkan mengadu ke ombudsman,” kata Hendrana.
Sementara itu, Sekjen Alfakes Mujiono mengakui, kalibrasi ini untuk mengutamakan keselamatan manusia. Bukan hanya untuk mencari untung.
“Kalayakan alat kesehatan harus menjadi prioritas sebuah rumah sakit,” kata Mujiono.
Pelaksanaan kalibrasi ini dilandasi oleh dasar hukum Undang Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Tumah Sakit dan Permenkes No 54/2015.
“Rumah sakit yang tidak memenuhi aturan kalibrasi bisa dicabut izinnya,” tuturnya.
Mujiono dan Hendrana sama-sama mengakui, sosialisasi soal kalibrasi ini masih minim. Dari Alfakes sendiri baru mempunyai 30 perusahaan padahal rumah sakit ada 2700. Untuk lebih memasyarakatkan masalah kalibrasi ini maka Aklfakes akan aktif melakukan uadensi dengan Menteri Kesehatan, Dewan Perwakilan Rakyat dan pihak terkait.
“Kementrian Kesehatan perlu membuat iklan layanan masyarakat soal kalibrasi ini. Jangan hanya aktif mengiklankan soal vaksin saja,” katanya.