Laporan Wartawan Tribunnews.com, Apfia Tioconny Billy
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Rokok elektronik atau vape tidak layak dijadikan alat bantu berhenti merokok dengan alasan kadarnya yang lebih rendah dibandingkan rokok konvensional.
Karena alih-alih mengganti tipe rokok, kebanyakan perokok malah jadi pengguna rokok konvensional dan rokok elektronik.
“WHO dalam konferensi WHO Framework Convention on Tobacco Control tahun 2014 juga menyimpulkan bahwa tidak ada cukup bukti yang menyatakan rokok elektronik dapat membantu seseorang untuk berhenti merokok,” kata Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Dr Agus Dwi Susanto di Jakarta, Selasa (14/5/2019).
Rokok elektronik pun dipastikan sama berbahanya dengan rokok konvensional karena mengandung banyak zat radikal termasuk diantaranya nikotin.
Dr. dr. Erlina Burhan, MSc, SpP(K) dari Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia (PPTI) menjelaskan zat radikal yang dihirup dapat meningkatkan stres dan mengubah imun tubuh.
Baca: Ucapkan Niat Puasa pada Malam Hari, Jika Lupa Ini Solusinya Agar Puasa Ramadhan Tetap Sah
“Terdapat 7x1.101 zat radikal per-hirup rokok elektronik yang akan meningkatkan stres oksidatif dan memiliki efek pengubah status imun yang mirip dengan rokok reguler,” kata Erlina.
Sementara itu nikotin dapat mengubah ekspresi beberapa gen, salah satunya ICAM-4 yang menimbulkan penempelan bakteri Tb yang membuat perokok berisiko dua kali lipat terinfeksi dan mati karena tuberkulosis.
Rokok elektronik juga memberikan efek negatif bagi kesehatan mulut dan gigi karena menganggu sel mukosa di bagian mulut.
“Rokok elektronik ternyata tetap berpengaruh negatif pada sel mukosa mulut dan tidak terbukti bahwa rokok elektronik merupakan cara yg tepat untuk menghentikan kebiasaan merokok konvensional,” pungkas Dr. drg. Didi Nugroho Santosa, MSc, Komisi Obat, Material, dan Alat Kedokteran Gigi Persatuan Dokter Gigi Indonesia.