TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza Kementerian Kesehatan Fidiansjah mengatakan Kemenkes menargetkan mengurangi jumlah orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) yang ditelantarkan.
Dinas Kesehatan tiap daerah menggerakkan tim dari pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) dalam memberikan pelayanan kesehatan jiwa untuk mengurangi jumlah ODGJ.
Di level Puskesmas, pelayanan ODGJ telah masuk indikator Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PISPK).
"Di setiap wilayah kerja Puskesmas, jika terdapat ODGJ harus diobati dan tidak boleh ditelantarkan," ujar Fidi kepada Tribun Network, Senin (7/10/2019).
Kemenkes menekankan pada Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang harus dipenuhi oleh tiap pemerintah daerah. Dari 12 indikator SPM, satu di antaranya adalah setiap ODGJ berat mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar.
"Setiap pemerintah daerah harus menyiapkan pelayanan ODGJ dan memberikan pelayanan sesuai standar,” tutur Fidi.
Fidi mengimbau masyarakat untuk tidak memberikan stigma negatif terhadap orang dengan masalah kejiwaan (ODMK) dan ODGJ serta malah menuding orang tersebut kurang keimanan dan yang lainnya. Menurut Fidi ODGJ merupakan penyakit yang menyerang mental seseorang.
“Stigma masyarakat tentang gangguan jiwa masih tinggi. Misalnya ketika mereka (ODGJ) berobat ke rumah sakit jiwa dibandingkan dengan RS Umum (RSU) akan beda. Ketika ODGJ berobat ke RSU tak ada stigma negatif, tapi kalau ke RS Jiwa malah muncul stigma negatif,” kata Fidi.
Pencegahan juga harus dilakukan bagi orang dengan masalah kejiwaan (ODMK). ODMK, kata Fidi, merupakan orang yang mengalami masalah pada kejiwaannya dan belum berada pada kondisi ODGJ.
“Jadi orang pada situasi yang berpotensi gangguan kejiwaan disebut ODMK. Misalnya karena bencana atau KDRT (kekerasan dalam rumah tangga, red), namun yang pasti ODMK sudah pada tataran tiga komponen pikiran, perasaan dan perilaku," ucapnya.
Masyarakat atau keluarga bisa mengenali orang dengan masalah kejiwaan yang bisa berpotensi pada gangguan jiwa. Fidi menjelaskan identifikasi masalah kejiwaan bisa terlihat pada seseorang yang terlihat mengalami perubahan pada pikirannya, perasaannya yang bisa dilihat dari ekspresi wajah dan perilaku yang mulai berubah.
Kasubdit Masalah Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja Lina Mangaweang mengatakan Kementerian Kesehatan memiliki sejumlah program untuk mengatasi masalah kesehatan jiwa di Indonesia. Bahkan, Puskesmas memiliki program pelayanan kesehatan peduli remaja.
"Di Jakarta mulai diturunkan psikolog. Sudah berkembang sampai di 23 Puskesmas," ujar Lina.
Belum semua Puskesmas terdapat psikolog. Lina berujar Puskesmas masih kekurangan tenaga kesehatan yang fokus pada permasalahan kejiwaan. Penyebarannya saat ini yakni 60% di Pulau Jawa, 40% di luar Pulau Jawa.
"Tenaga kesehatan kita kewalahan. Masih kurang sekali untuk jiwa," kata Lina.