News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kemenkes Pasang Target Kurangi Jumlah Orang dengan Gangguan Jiwa

Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Deodatus Pradipto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pasien gangguan kejiwaan di Rumah Sakit Khusus Pontianak, berada di ruang perawatan, Rabu (8/1/2014). Rumah sakit tersebut mengalami kekosongan stok obat setelah diberlakukannya Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Sebagian besar dari 300 pasien yang dirawat di rumah sakit itu belum menjadi peserta JKN. (Tribun Pontianak/Leo Prima)

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza Kementerian Kesehatan Fidiansjah mengatakan Kemenkes menargetkan mengurangi jumlah orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) yang ditelantarkan.

Dinas Kesehatan tiap daerah menggerakkan tim dari pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) dalam memberikan pelayanan kesehatan jiwa untuk mengurangi jumlah ODGJ.

Di level Puskesmas, pelayanan ODGJ telah masuk indikator Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PISPK).

"Di setiap wilayah kerja Puskesmas, jika terdapat ODGJ harus diobati dan tidak boleh ditelantarkan," ujar Fidi kepada Tribun Network, Senin (7/10/2019).

Kemenkes menekankan pada Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang harus dipenuhi oleh tiap pemerintah daerah. Dari 12 indikator SPM, satu di antaranya adalah setiap ODGJ berat mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar.

"Setiap pemerintah daerah harus menyiapkan pelayanan ODGJ dan memberikan pelayanan sesuai standar,” tutur Fidi.

Samsul (51), penderita gangguan jiwa tiduran dalam kamar sebelum diambil Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Radjiman Widiodiningrat Lawang di RT 03, RW 1 Desa Banjararum, Kecamatan Singosari,Kabupaten Malang, Selasa (11/10/2016). RSJ Lawang mengambil tiga penderita gangguan jiwa yang dikurung keluarganya untuk dirawat mendapatkan penanganan medis. SURYA/HAYU YUDHA PRABOWO (SURYA/HAYU YUDHA PRABOWO)

Fidi mengimbau masyarakat untuk tidak memberikan stigma negatif terhadap orang dengan masalah kejiwaan (ODMK) dan ODGJ serta malah menuding orang tersebut kurang keimanan dan yang lainnya. Menurut Fidi ODGJ merupakan penyakit yang menyerang mental seseorang.

“Stigma masyarakat tentang gangguan jiwa masih tinggi. Misalnya ketika mereka (ODGJ) berobat ke rumah sakit jiwa dibandingkan dengan RS Umum (RSU) akan beda. Ketika ODGJ berobat ke RSU tak ada stigma negatif, tapi kalau ke RS Jiwa malah muncul stigma negatif,” kata Fidi.

Pencegahan juga harus dilakukan bagi orang dengan masalah kejiwaan (ODMK). ODMK, kata Fidi, merupakan orang yang mengalami masalah pada kejiwaannya dan belum berada pada kondisi ODGJ.

“Jadi orang pada situasi yang berpotensi gangguan kejiwaan disebut ODMK. Misalnya karena bencana atau KDRT (kekerasan dalam rumah tangga, red), namun yang pasti ODMK sudah pada tataran tiga komponen pikiran, perasaan dan perilaku," ucapnya.

Pasien di Rumah Sakit Jiwa Banda Aceh, Senin (16/4). Dari 93 pasien yang kabur saat gempa berkekuatan 8,5 SR Rabu lalu, saat ini 73 pasien dilaporkan sudah kembali ke rumah sakit tersebut. (SERAMBI/M ANSHAR) (SERAMBI/M ANSHAR)

Masyarakat atau keluarga bisa mengenali orang dengan masalah kejiwaan yang bisa berpotensi pada gangguan jiwa. Fidi menjelaskan identifikasi masalah kejiwaan bisa terlihat pada seseorang yang terlihat mengalami perubahan pada pikirannya, perasaannya yang bisa dilihat dari ekspresi wajah dan perilaku yang mulai berubah.

Kasubdit Masalah Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja Lina Mangaweang mengatakan Kementerian Kesehatan memiliki sejumlah program untuk mengatasi masalah kesehatan jiwa di Indonesia. Bahkan, Puskesmas memiliki program pelayanan kesehatan peduli remaja.

"Di Jakarta mulai diturunkan psikolog. Sudah berkembang sampai di 23 Puskesmas," ujar Lina.

Belum semua Puskesmas terdapat psikolog. Lina berujar Puskesmas masih kekurangan tenaga kesehatan yang fokus pada permasalahan kejiwaan. Penyebarannya saat ini yakni 60% di Pulau Jawa, 40% di luar Pulau Jawa.

"Tenaga kesehatan kita kewalahan. Masih kurang sekali untuk jiwa," kata Lina. 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini