"Pada proses pendaftaran obat, dipersyaratkan pengujian mutu, di antaranya impurities. Namun karena ada beberapa metode analisis yang baru ditemukan (dari FDA dan EMA), maka pengujian dua kali harus ditambahkan," kata Rizka kepada Kompas.com melalui pesan singkat, Selasa (8/10/2019).
Rizka mengatakan, penemuan baru dalam metode analisis selalu menjadi persyaratan tambahan dalam pendaftaran obat.
Baca: Gerakan Lengserkan Donald Trump Makin Kuat, Mayoritas Pemilih Partai Demokrat Setuju
Dalam kesempatan tersebut, Rizka tidak menjawab secara lugas apakah sebelum FDA dan EMA mengeluarkan hasil kajian ranitidin, BPOM pernah melakukan kajian ulang atau tidak.
Rizka hanya mengatakan, BPOM secara simultan juga melakukan pengujian berdasarkan metode yang sudah dikembangkan.
"FDA terus melakukan pengujian dan akan mengeluarkan hasil kajian. Secara simultan BPOM juga melakukan pengujian berdasarkan metode yang sudah dikembangkan," katanya.
"Hasil pengujian akan ditindaklanjuti dengan penarikan produk jika ditemukan adanya cemaran NDMA di atas ambang batas aman (96 ng/hari)," imbuh Rizka.
Sejauh ini obat yang ditarik dari pasaran ada lima jenis, dan semuanya tergolong obat ranitidin cair dan injeksi.
Produk ranitidin yang diperintahkan penarikannya setelah terdeteksi mengandung NDMA adalah Ranitidine Cairan Injeksi 25 mg/mL dengan pemegang izin edar PT Phapros Tbk.
Adapun produk ranitidin yang terdeteksi NDMA dan ditarik sukarela adalah: Zantac Cairan Injeksi 25 mg/mL dari PT Glaxo Wellcome Indonesia Rinadin Sirup 75 mg/5mL dari PT Global Multi Pharmalab Indoran Cairan Injeksi 25 mg/mL dari PT Indofarma Ranitidine cairan injeksi 25 mg/ML dari PT Indofarma.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judulĀ Uji Ulang Kandungan Ranitidin Setelah 30 Tahun Beredar, Ini Kata BPOM
Penulis : Gloria Setyvani Putri