TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terkait tingginya kenaikan cukai rokok yang dikeluarkan oleh Kementerian Keuangan melalui PMK 152/2019 yang akan merugikan petani dan pekerja tembakau, DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menyatakan keberatan dan keheranannya.
"Kementerian Keuangan dan Kesehatan menggunakan argumentasi bahwa merokok itu berbahaya bagi kesehatan, menimbulkan sakit jantung, kanker dsb. Maka cukai harus naik supaya harga rokok jadi mahal. Seolah-olah tembakau dan produksinya menjadi biang keladi semua penyakit. Padahal menurut kami tidak begitu, "demikian kata Dita Indah Sari, Ketua DPP PKB bidang Ketenagakerjaan di Jakarta, Rabu (30/10/2019).
Baca: Kenapa Junk Food Disukai Banyak Orang Padahal Tidak Sehat?
Dengan mengutip data UNICEF PBB tahun 2016, Dita mengatakan bahwa junk food dan pola makanlah yang menyumbang peranan terbesar bagi problem kesehatan.
"12% anak Indonesia mengalami obesitas dan 12 % mengalami malnutrisi justru karena pola makan yang keliru, terutama akibat konsumsi junk food. Kita sudah pahamlah junk food dan soft drink itu apa. Pertanyaannya, kami belum melihat Kementerian Kesehatan mengkampanyekan bahayanya makanan-makanan ini secara massif. Selalu tembakau yang diklaim menjadi sebab penyakit jantung dan kanker", tambah Dita.
Junk food adalah jenis makanan dengan kadar lemak dan garam tinggi, gulanya banyak, rendah nutrisi dan vitamin, tinggi kalori, minim serat.
Konsumsi junk food telah terbukti di seluruh dunia menjadi penyebab obesitas, jantung (karena tinggi kalori), dan stroke.
Dita menambahkan menurut penelitian, 52% warga Jakarta sarapan dengan junkfood.
Dan 45% orang Indonesia mengkonsumsi makanan ini tiga kali seminggu, termasuk anak-anak.
"Konsumsi rokok sudah terbatasi oleh banyaknya area bebas merokok. Tapi konsumsi junkfood, bagaimana Kementerian Kesehatan mengukurnya? Lalu disimpulkanlah bahwa tembakau adalah sumber segala penyakit. Gimana bisa begitu ceritanya?" ujarnya.
Di Inggris, Eropa dan Amerika Serikat pajak untuk minuman bersoda sudah diberlakukan.
Juga pembatasan terhadap junk food. Harusnya juga bisa diterapkan di Indonesia.
"Jadi kami minta Kementerian Kesehatan jangan sibuk setiap tahun menguber-uber tembakau sebagai sumber masalah, tapi justru luput mengatasi sumber penyakit terbesar warga pola makan yang keliru," demikian Dita.