TRIBUNNEWS.COM – Beberapa tahun terakhir, pemerintah masih terus berupaya menurunkan angka stunting di Indonesia. Hal tersebut tampak dari kembali menurunnya masalah stunting sebesar 3,1% dari yang sebelumnya berjumlah 30,8% di tahun 2018 menjadi 27,67% pada tahun 2019 berdasarkan Hasil Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) Kementerian Kesehatan.
Angka tersebut pun diharapkan dapat terus turun 3 persen setiap tahun, sehingga target 19% pada tahun 2024 dapat tercapai.
Stunting sendiri ialah kondisi saat anak mengalami gangguan pertumbuhan sehingga menyebabkan ia memiliki tubuh yang lebih pendek daripada teman-teman seusianya. Menurut WHO, salah satu yang menjadi penyebab utama dari stunting ialah tidak optimalnya asupan gizi yang didapatkan sang anak ketika masih bayi, terutama asupan ASI.
Padahal, pada 1.000 hari pertama kehidupan, ASI eksklusif merupakan asupan nutrisi terbaik bagi si buah hati.
Segudang Manfaat ASI
Veronika Scherbaum, seorang ahli nutrisi dari Universitas Hohenheim, Jerman menyatakan bahwa ASI ternyata berpotensi mengurangi peluang stunting pada anak berkat kandungan gizi mikro dan makro pada ASI.
Segudang manfaat pada ASI terutama kandungan multivitamin, mineral, protein, karbohidrat, dan juga lemak menjadi gizi penting untuk proses tumbuh kembang bayi.
ASI juga mudah dicerna sehingga tidak mengganggu fungsi ginjal bayi yang sangat lemah dan sensitif. Selain itu, antibodi pada ASI dapat membantu meningkatkan sistem imun bayi sehingga tidak mudah sakit.
Pemberian ASI eksklusif dan inisiasi menyusui dini (IMD) menjadi langkah yang dapat membantu mencegah risiko terjadinya stunting pada anak. UNICEF dan WHO merekomendasikan agar bayi mendapatkan ASI eksklusif sejak satu jam pertama kelahiran sampai berusia enam bulan. Setelah menginjak usia enam bulan ke atas, barulah ibu dapat memberikan makanan pendamping atau MPASI pada bayi.
Seimbang Antara MPASI dan ASI Eksklusif
Jika sang bayi menerima MPASI terlalu dini, nutrisi penting yang didapat bayi dari ASI eksklusif dapat menurun karena ia telah lebih dulu kenyang dengan MPASI. Maka dari itu, melepas ASI eksklusif dan mengenalkan MPASI terlalu dini dapat meningkatkan risiko stunting serta gangguan pencernaan pada bayi dan dapat membuat si Kecil mengalami kurang gizi.
Untuk itu, Kominfo aktif memberikan sosialisasi mengenai stunting dan fokus pada edukasi mengenai pentingnya 1.000 hari pertama kehidupan anak agar masyarakat paham dan dapat berkontribusi menurunkan risiko stunting di Indonesia.
“Kita akan sosialisasikan mulai dari arti kata stunting, cara mencegahnya, dan dampaknya secara sederhana kepada masyarakat. Ini penting agar masyarakat mudah memahami. Stunting ini gagal tumbuh pada balita karena kekurangan gizi kronis atau lama. Faktor penyebabnya banyak, beberapa diantaranya pola konsumsi dan pola asuh ya itu tadi, 1.000 hari pertama kehidupan salah satunya,” tutur Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Prof. Dr. Widodo Muktiyo.
Disamping itu, pemerintah pun turut mengajak para milenial untuk ikut serta dalam mencegah stunting lewat media sosial dengan mengunggah tagar #SadarStunting.
"Untuk milenial, terutama target remaja putri dan ibu muda, ada Gerakan Generasi Bersih dan Sehat (GENBEST), akun medsos melalui @genbestid dan laman www.genbest.id, sedangkan aplikasi ada anak sehat untuk promosi, edukasi dan deteksi dini stunting pada seseorang. Untuk tagar ada #SadarStunting, satu posting sudah berpartisipasi dalam pencegahan stunting," ujar Kasubdit Infokom Kesehatan Kementerian Komunikasi dan Informatika, Marroli Indarto.
Yuk, cegah stunting dengan optimalkan nutrisi bayi di 1.000 hari pertama kehidupannya!
Penulis: Nurfina Fitri Melina/Editor: Dana Delani