Namun kini, ia harus mengandalkan terapi fisik virtual untuk mengatasi nyeri punggung dan dada yang dirasakannnya.
"Aku tidak tahu kapan aku akan lebih baik. Tidak tahu kapan aku bisa merasakan diriku sendiri lagi, atau kapan bisa melakukan hal-hal yang aku sukai lagi," kata dia.
Sementara itu, warga asal Boise, Idaho, Amerika Serikat, Stephen Smith (64) adalah salah seorang pasien yang memiliki gejala bertahan paling aneh.
Ia terkena infeksi Covid-19 pada Februari lalu setelah perjalanan dinas ke Asia.
Kemudian ia merasakan demam, infeksi usus, kerontokan rambut, jempol kaki membengkak, dan sakit kepala.
Tujuh bulan kemudian, ia masih merasakan sakit.
"Kau harus percaya bahwa ini serius dan berpotensi membuatmu sangat sakit, dan dalam beberapa kasus bisa membunuhmu," kata Smith.
Lebih dari lima bulan setelah terinfeksi dalam sebuah kapal pesiar, warga lainnya, McCafferty (48), juga masih merasakan gejala sesak napas dan sangat mudah kelelahan.
Ia mengaku kesulitan naik tangga untuk pergi ke toilet tanpa kehabisan napas.
"Ada hari di mana aku menangis tanpa alasan. Kondisi itu hanya akan membuatku marah," ungkapnya.
Hari-hari yang sangat buruk baginya adalah ketika ia merasa sangat tidak memiliki energi.
McCafferty mengaku bisa tidur selama sembilan hingga 10 jam pada malam hari, tetapi tulangnya masih terasa lelah ketika bangun.
Bahkan, ia bisa jatuh jatuh pingsan.
"Kemudian otakku seperti berkabut. Aku juga bisa berada di tengah-tengah kalimat saat berbicara denga klien atau temanku, lalu aku bisa benar-benar lupa dengan apa yang ku katakan," sambungnya.