News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kekurangan Zat Besi Masih Jadi Ancaman Anak-anak Indonesia

Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi.

Laporan wartawan Wartakotalive.com, Lilis Setyaningsih

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Selain stunting, kekurangan zat besi jadi pekerjaan rumah untuk mencetak generasi emas Indonesia.

Dibandingkan mikronutrien lain, kekurangan zat besi membawa dampak besar untuk tumbuh kembang anak. Baik jangka panjang dan juga pendek.

Sayangnya, satu dari tiga anak Indonesia berusia di bawah lima tahun tercatat mengalami anemia (Riskesdas 2018), di mana 50-60 persen kejadian anemia disebabkan oleh kekurangan zat besi (Grantham-McGregor S, 2010).

Baca juga: Istana Wapres: Perlu Kerja Bersama, Keras dan Cerdas untuk Turunkan Prevalensi Stunting 14 Persen

Kekurangan zat besi adalah kondisi ketika kadar ketersediaan zat besi dalam tubuh lebih sedikit dari kebutuhan harian. Sebagai bagian dari hemoglobin, fungsi utama zat besi adalah mengantarkan oksigen dari paru-paru untuk digunakan oleh bagian-bagian dalam tubuh anak. Tanpa zat besi, organ-organ tubuh tidak mendapatkan oksigen yang cukup sehingga menyebabkan gangguan tumbuh kembang anak baik secara kognitif (kecerdasan), fisik, hingga sosial.

“Zat besi memiliki peran penting pada tubuh anak, terutama untuk mendukung tumbuh kembangnya. Asupan zat besi yang tidak adekuat dapat menyebabkan menurunnya kecerdasan, fungsi otak, dan fungsi motorik anak. Sehingga dalam jangka panjang, dapat berakibat menurunnya performa di sekolah, perubahan atensi dan sosial akibat tidak tanggap terhadap lingkungan sekitar, serta perubahan perilaku pada anak,” jelas Dokter Spesialis Gizi Klinik dan Ketua Departemen Ilmu Gizi Klinik FKUI, dr. Nurul Ratna Mutu Manikam, M.Gizi, SpGK dalam talkshow dengan tema 'kekurangan zat besi sebagai isu kesehatan nasional di Indonesia dan dampaknya terhadap kemajuan anak generasi maju' pada Kamis (17/12/2020).

Baca juga: Resep dan Cara Membuat Bakso Mercon, Hidangan Lezat saat Hujan

Salah satu penyebab utama terjadinya kekurangan zat besi adalah kurangnya konsumsi asupan makanan kaya zat besi, terutama dari sumber hewani seperti daging merah, hati, ikan, dan ayam.

Tidak hanya anak-anak, masalah anemia sebenernya berhulu pada saat anak masih di dalam kandungan (janin) dari ibu yang juga anemia. Ibu yang anemia akan berisiko melahirkan anak yang anemia juga. Bagaikan lingkaran setan, si anak terutama perempuan yang anemia, saat hamil dan melahirkan, kembali akan melahirkan bayi yang anemia. Lingkaran ini harus diputus.

Prevalensi anemia pada ibu hamil di Indonesia, data Riskesdas 2018 mencapai 48,9 persen. Jumlah ini meningkat dibandingkan tahun 2013, dimana ibu hamil yang anemia masih di angka 37,1 persen.

Anemia Pada Anak

Mulai usia 6 bulan hingga 3 tahun, adalah masa kritis terjadinya anemia. Hal ini karena kebutuhan zat besi dan zat gizi lainnya meningkat, salah satunya terbentuk saraf-saraf otak lebih banyak serta tahap pertumbuhan cepat.

Baca juga: Manfaat Buah Kelengkeng Bagi Kesehatan: Mencegah Anemia hingga Menurunkan Peradangan

Seperti diketahui, dari dalam kandungan hingga usia 2 tahun, perkembangan otak mencapai 80 persen. Bila anemia terjadi di tahap ini, perkembangan otak akan terganggu. Kerusakan otak sifatnya irreversible (tidak dapat diubah). Ketika terjadi kerusakan otak akibat anemia, walaupun diintervensi, anemianya bisa normal tapi kerusakan otaknya tidak bisa diubah.

Namun, kelompok usia 12-24 bulan, sebanyak 36 persen mengalami anemia. Usia 24-36 bulan mencapai 26,4 persen. Padahal di kelompok itulah terjadi perkembangan otak dan fisik yang pesat.

Dampak Kekurangan Zat Besi Terhadap Perkembangan

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini