News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Terapi Tusuk Jarum Ko Amuk, Saraf Kejepit 8 Tahun Langsung Sembuh

Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mulyadi Wong atau Ko Amuk (75) melakukan terapi tusuk jarum kepada News Director Tribun Network, Febby Mahendra Putra di kediamannya di Jakarta, Jumat (26/2/2021). Tribunnews/Irwan Rismawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mulyadi Wong (75), akrab dipanggil Ko Amuk, memberikan layanan terapi tusuk jarum secara gratis.

Terapi tusuk jarum yang dilakukan Ko Amuk sangat manjur menyembuhkan sakit leher, punggung, dan terutama saraf kejepit.

Pasien yang mengeluhkan menderita sakit saraf kejepit selama delapan tahun, dapat sembuh hanya dengan satu kali terapi. Momen tersebut disaksikan langsung kediaman Ko Amuk di Pulo Gebang, Jakarta Timur, disambangi oleh Direktur Pemberitaan Tribun Network, Febby Mahendra Putra, Jumat (26/2).

Tribun Network mendatangi kediaman Ko Amuk setelah menerima informasi, ada praktik tusuk jarum yang sangat mujarab. Saat Tribun Network datang, Ko Amuk sedang berada di tokonya.

Untuk informasi, lokasi praktik tusuk jarum Ko Amuk berada di dalam tokonya tersebut. Ko Amuk tidak memasang plang iklan tusuk jarum lantaran pengobatan dia lakukan atas dasar kemanusiaan.

"Kan memang saya tidak buka praktik. Itu sifatnya sosial, kemanusiaan (gratis)," tutur Ko Amuk kepada Tribun Network.

Menjelang sore, Ko Amuk kedatangan enam pasien ibu-ibu yang berasal dari Semarang dan Temanggung. Mereka semua diboyong oleh seorang bernama Satwati Rahayu (59), pasien Ko Amuk sejak tahun 2009.

Empat dari enam ibu-ibu itu menjalani praktik tusuk jarum Ko Amuk. Keluhannya beragam, ada yang mengaku sakit di bagian leher, sakit punggung, dan sakit saraf kejepit.

Satu persatu memasuki ruang praktik Ko Amuk. Belum ada lima menit sudah berteriak, merintih kesakitan akibat tusukan jarum. Namun sesudah terapi, masing-masing dari ibu-ibu itu tidak lagi merasakan sakit yang sebelumnya dikeluhkan.

Febby Mahendra, News Director Tribun Network, juga ikut menjalani terapi tusuk jarum Ko Amuk. Keluhannya, tangan kiri tidak bisa tegak lurus ke atas.

Sosok yang biasa tertawa terpingkal-pingkal itu terlihat gugup saat berada di ruang praktik Ko Amuk. Beberapa kali Ko Amuk melontarkan pertanyaan sembari mengangkat tangan kiri Febby.

Mulyadi Wong atau Ko Amuk (75) berpose usai melakukan terapi tusuk jarum kepada pasiennya di kediamannya di Jakarta, Jumat (26/2/2021). Tribunnews/Irwan Rismawan (Tribunnews/Irwan Rismawan)

Setelahnya Ko Amuk mengambil sejumlah jarum, terapi diawali dengan memeriksa leher bagian belakang. "Wah ini kaku banget," ujar Ko Amuk saat meraba bagian belakang leher Febby.

Sebelum menusukkan jarum, Ko Amuk beberapa kali mengusap leher Febby menggunakan Betadine. Sesudahnya, sejumlah tusukan jarum menghujam leher dengan perlahan. "Rasanya linu, linu banget," ucap Febby saat menerima tusuk jarum Ko Amuk.

"Sekarang coba angkat tangan kirinya," pinta Ko Amuk.

"Ah iya benar, sudah bisa diangkat," jawab Febby.

Usai menjalani praktik tusuk jarum Ko Amuk, Febby mengaku tak habis pikir. Bagaimana bisa tangan kirinya bisa langsung sembuh.

"Tadinya engga bisa ngangkat tangan, tadinya engga bisa begini," tutur Febby heran.

Bukan Akupuntur

*Terapi tusuk jarum Ko Amuk berbeda dengan akupuntur pada umumnya. Ko Amuk menggunakan jarum yang disebut acupotomy, jarum yang dibeli langsung dari Negeri Tirai Bambu alias China.

Ko Amuk memperoleh jarum-jarum acupotomy dari temannya yang berkunjung ke China. Dia tidak lagi mengimpor jarum tersebut, sebab terkendala kebijakan di bagian imigrasi bandara.

"Saya beberapa kali impor lewat bandara, tidak bisa masuk, dipersulit, memang peraturannya harus dari kesehatan lagi, apa lagi. Jadi dibawakan orang sedikit-sedikit, tapi nyetok kemudian," jelas Ko Amuk.

Dalam praktiknya, terapi tusuk jarum Ko Amuk cenderung menyasar titik-titik sakit yang dikeluhkan pasien.

Mulyadi Wong atau Ko Amuk (75) melakukan terapi tusuk jarum kepada pasiennya di kediamannya di Jakarta, Jumat (26/2/2021). Tribunnews/Irwan Rismawan (Tribunnews/Irwan Rismawan)

"Kan kalau kita bergerak harus sinkron, ada satu titik yang kurang benar, akhirnya ketika gerak jadi engga sinkron. Kenapa bisa begitu, pasti ada titik yang tidak beres, nah itu yang kita sasar," jelas Ko Amuk.

Ko Amuk memastikan teknik tusuk jarum acupotomy dengan akupuntur sangat berbeda. Akupunktur menggunakan teknik yang disebut Meridian, yang berfokus pada jaringan jalan chi yang tersebar di dalam tubuh.

Menggunakan teknik Meridian, kata Ko Amuk, terbilang cukup rumit. Ada dalil-dalil yang harus diterapkan dalam praktiknya.

"Jadi harus titik ini bagaimana, titik satu dengan lainnya bagaimana saling menjatuhkan, saling membangun, aduh pusing. Tapi dia punya hasil tidak maksimal, rumit tapi hasilnya tidak maksimal,"

"Kalau ini (pakai jarum acupotomy), seperti bapak saksikan tadi. Langsung oke. Hasilnya langsung kelihatan," jelas Ko Amuk.

Ko Amuk menceritakan, ia mempelajari terapi tusuk jarum acupotomy langsung di China. Ia belajar dari seorang guru bernama Chu Han Chang di Kota Beijing.

Chu Han Chang, lanjut Ko Amuk, adalah penemu sekaligus pencipta ilmu tusuk jarum ini. Selain itu, teknik tusuk jarum acupotomy masih sangat muda.

"Baru sekitar, 40 tahun belum ada, usia dari teknik ini. Saya belajar ke Beijing tidak lama, paling seminggu. Kita kan dikasih buku, satu koper, kita latih sendiri," jelas Ko Amuk.

Belajar Tusuk Jarum Sejak Tahun 80an

*Ko Amuk mempelajari teknik tusuk jarum sejak tahun 1980. Menurutnya, pada masa Orde Baru itu, ada banyak praktisi tusuk jarum di kawasan Pulo Gebang.
"Mulai tahun 1980. Mula-mula di sini (Pulo Gebang) dulu banyak guru-guru tusuk jarum," tutur dia.

Ko Amuk belajar praktik tusuk jarum dari dua orang guru. Namun, ia belajar kurang lebih hanya satu tahun. Selebihnya teknik tusuk jarum ia pelajari dari buku-buku yang dibeli langsung dari China.

"Belajar sih dari dua orang, tapi yang saya itu lebih banyak baca buku, yang kita beli dari China. Yang penting membaca itu, hurufnya huruf China," jelas Ko Amuk.

Ide Ko Amuk mempelajari praktik tusuk jarum yaitu didasari keadaan hidup kaum Tionghoa pada masa Orde Baru. Pada masa itu, kata Ko Amuk, mendapat kesulitan ekstra dalam proses mendirikan usaha.

"Macam-macam lah, tiap tahun banyak gangguan-gangguan (pungutan-pungutan) jadi kita pusing," kata Ko Amuk.

Ko Amuk saat itu hanya memiliki sebuah toko kecil. "Dagang kan dagang warung kita, tidak seperti sekarang. Warung kecil dulu, dagang permen, dagang begitu-begitu, warung kecil," tutur dia.

Selain itu, Ko Amuk juga hanya mengemban pendidikan hingga sekolah menengah pertama (SMP). Kehidupan yang serba terbatas membuat Ko Amuk berkeinginan untuk memiliki satu keahlian.

Keahlian yang kiranya dapat membantu menyambung hidup.

"Saya pikir, saya sekolah sampai SMP. Sedangkan saya tidak bisa apa-apa, kalau tidak punya satu skill, ke depannya bagaimana kita hidup," tutur dia.

Hingga akhirnya Ko Amuk melihat sebuah iklan di koran. Iklan tersebut berisi tawaran belajar tusuk jarum.

"Kebetulan saat itu ada yang pasang iklan di koran, mengajarkan tusuk jarum. Ya sudah saya berangkat, belajar, begitu ceritanya," pungkas Ko Amuk.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini