TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Metode sunat menggunakan laser memang populer di Indonesia namun ternyata teknik ini sangat berisiko dan sangat berbahaya.
Dr Arry Rodjani, SpU (K), Dokter Spesialis Urologi RS Siloam mengatakan, teknik sunat laser bukanlah menggunakan energi cahaya namun menggunakan energi panas dengan menggunakan alat elektrokauter untuk memotong jaringan, koagulasi dan diseksi.
"Penggunaan kauter (sunat laser), arus listrik langsung menuju penis jaringan penis dan bila preputium (kulup penis) dipotong dengan kauter dapat terjadi total phallic loss atau gangguan saraf yang parah," kata Arry saat webinar yang diadakan Forum Jurnalis Online, Rabu (3/3/2021).
Pada sunat dengan alat ini, energi listrik diarahkan langsung menuju jaringan penis, sehingga berisiko menyebabkan terbakarnya jaringan sampai ke glans penis dan dapat menyebabkan luka bakar yang hebat.
"Sehingga berisiko dengan teramputasinya glans penis (total phalic loss) terutama bila saat kulup dipotong terjadi kontak antara kauter dengan klem," katanya.
Baca juga: Kerap Memakai Sarung, Jeffry Reksa Kekasih Putri Delina Dikira Baru Disunat
Diakui Arry menggunakan alat ini adalah dapat melakukan sunat dengan lebih cepat dan resiko perdarahan yang lebih sedikit, namun mengingat bahaya yang dapat terjadi sangat serius dan umumnya berakhir dengan kerusakan jaringan yang tidak dapat diperbaiki, sudah seharusnya tehnik sunat ini tidak boleh dilakukan.
“Untuk mencegah terjadinya cedera akibat teknik sunat yang salah, World Health Organization: Task Force of Circumcision merekomendasikan sunat harus dilakukan oleh tenaga yang terlatih dan kompeten dengan menggunakan teknik yang steril dengan memperhatikan penanganan nyeri yang baik.
"Beberapa studi sudah tidak menganjurkan sunat laser untuk dilakukan,” kata dr Arry.
Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Bedah Indonesia, Prof Andi Asadul Islam mengatakan di Indonesia remaja yang melakukan sirkumsisi teknik laser sebesar 10,2 juta (12%).
Baca juga: Alasan Kesehatan, Tiga Publik Figur Ini Sunat di Usia Dewasa
Prof Andi mengatakan, bahwa belum ada penelitian secara khusus menjelaskan tentang indikasi untuk sunat laser, namun Lanjut Andi, untuk penyunatan, laser memberikan manfaat untuk perdarahan yang lebih sedikit.
“Tetapi juga memiliki risiko, risiko kepala penis terpotong lebih tinggi, cedera pada kelenjar penis atau uretra dan luka bakar,” kata Prof. Andi Asadul Islam.
Dr Jasra Putra, M.Pd Komisioner KPAI Divisi Pengawasan, Monitoring dan Evaluasi yang hadir dalam acara tersebut mengatakan, sosialisasi perlu ditingkatkan kepada masyarakat terkait dengan kelebihan dan kekurangan dari prosedur sunat yang ada saat ini.
Ini harus dilakukan agar masyarakat teredukasi memilih sunat yang aman dan minim risiko untuk anak.
Jasra juga mengatakan, perlunya mengarahkan masyarakat untuk melaksanakan prosedur sunat di fasilitas kesehatan yang memiliki izin dan memiliki standar operasional prosedur dalam melaksanakan sunat dengan tenaga kesehatan yang kompeten dan terjangkau.
Baca juga: Bansos Lembaga Pendidikan Keagamaan di Tasikmalaya Diduga Disunat Hingga 50 Persen
“Peran Media Massa dalam UU PA memiliki tanggungjawab dalam penyebarluasan informasi dan materi edukasi yang bermanfaat dari aspek sosial, budaya, pendidikan, agama, dan kesehatan Anak dengan memperhatikan kepentingan terbaik bagi Anak” kata Jasra.
Jastra meminta orangtua perlu mendukung anak untuk fokus melihat kelebihan diri dari pada kekurangan anak, sehingga meningkatkan rasa percaya diri anak.
“Perlindungan dan pemenuhan hak anak yang mengalami disabilitas masuk dalam perlindungan khusus sebagaimana diatur dalam Undang-Undang PA,” kata Jasra.