Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Banyak masalah yang kerap dialami kaum perempuan pasca melahirkan, satu diantaranya yang dianggap paling mengkhawatirkan adalah depresi.
Saat perempuan yang baru saja melahirkan ini mengalami gangguan depresi, tentunya sebagai seorang istri, ia memerlukan dukungan suami terhadap kondisi kesehatan psikologisnya.
Lalu apa yang bisa dilakukan suami, saat mengetahui istrinya mengalami depresi pasca melahirkan dan menjalani peran baru sebagai ibu?
Baca juga: Depresi Pascamelahirkan, Dokter Kejiwaan Beri Penjelasan Soal Efek Samping Obat Antidepresan
Baca juga: Tak Mau Istrinya yang Baru Melahirkan Diswab, Suami dan 3 Orang Lain Keroyok Petugas Puskesmas
Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Klinik Health360 Indonesia dr. Daniella Satyasari, Sp.KJ, mengatakan bahwa ada dua hal penting yang harus dilakukan suami dalam membantu sang istri untuk mendapatkan penanganan terhadap depresinya.
Yang pertama adalah suami harus menyadari bahwa istrinya sedang mengalami gangguan depresi.
"Awareness dulu ya yang pertama, (sadari dulu) 'istri saya ini mengalami gangguan yang sudah lebih berat dari pada sekadar perubahan sedikit dari moodnya," ujar dr Daniella, dalam webinar bertajuk 'International Women's Day 2021: Pentingkah Melakukan Perawatan Terpadu Pasca Melahirkan?', Selasa (9/3/2021).
Setelah menyadari bahwa sang istri mengalami depresi, hal kedua yang bisa dilakukan adalah membawa istrinya ke Psikiater untuk mengetahui mengenai apa yang dirasakan hingga langkah apa yang harus dilakukan.
Karena gangguan depresi yang dialami perempuan pasca melahirkan, sangat berbahaya bagi dirinya sendiri dan bayinya.
"Yang bisa dilakukan adalah bantuan profesional ya, dibawa ke Psikiater terdekat. Karena yang namanya sudah mengalami gangguan depresi, ini berbahaya sekali ya," jelas dr Daniella.
Kasus perempuan yang mengalami depresi pasca melahirkan, kata dia, memang hanya mencapai 10 hingga 13 persen.
Namun gangguan ini dianggap berbahaya karena dapat membuat perempuan yang baru saja menjadi ibu ini enggan untuk merawat bayinya.
Pada beberapa kasus bahkan dapat mendorong terjadinya tindakan ekstrem yakni berusaha menyakiti bayinya maupun melakukan tindakan bunuh diri.
"Walaupun angka kejadiannya 10 persen sampai 13 persen, tapi ini berbahaya karena bisa sampai mengakibatkan benar-benar ibunya nggak mau mengurus anaknya. Bahkan yang paling parah sampai ada ide-ide menyakiti bahkan sampai bunuh diri," kata dr Daniella.