TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejatinya ketahanan kesehatan menjadi sesuatu yang penting di tengah pandemi Covid-19. Serta sebagai arus utama yang menjadi pekerjaan pemerintah dan seluruh pemangku kebijakan.
Peneliti senior Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof. Pratiwi Sudarmono menyebut, momentum pandemi Corona untuk memulai kembali dalam konteks memperhatikan ketahanan kesehatan dari sudut pandang riset.
Pemerintah telah memiliki Prioritas Riset Nasional (PRN) 2020-2024, di antaranya bidang teknologi informasi dan komunikasi, transportasi, kesehatan, pangan dan pertanian. Namun untuk bidang kesehatan dinilai masih kurang diperhatikan.
"Terjadi gap yang luar biasa besar antara kapasitas kita melakukan riset di dalam bidang kesehatan ini. Dengan demand terutama pada saat kesehatan itu menjadi masalah kriris," kata Prof. Pratiwi dalam Seri 3 Talkshow Iluminate bertajuk Riset dan Ketahanan Kesehatan, Kamis (8/4/2021).
Terlebih, ilmu kesehatan dan kedokteran paling cepat berkembang dalam 50 tahun terakhir. Ditunjang banyak ilmu lain, mulai engineering, sains, bilogi, kimia dan lainnya.
"Ilmu dasar di Indonesia ini pengembangannya sangat lambat. Terbatas pada penugasan para profesor atau pengajuan di universitas dengan peralatan yang saat ini hanya seadanya saja," ujar Prof. Pratiwi.
Bila menengok agenda riset nasional, sebagaian besar naskah yang ada sudah cukup baik. Bertujuan agar Indonesia bisa melakukan secepat mungkin substitusi impor dari alat kesehatan dan obat-obatan.
Prof. Pratiwi juga mengapresiasi keunggulan bangsa Indonesia di bidang lain. Pembuatan pesawat dan mobil misalnya. Meski komponennya tidak buatan dalam negeri namun sarana dan prasarana dasar pengembangannya karya anak bangsa.
"Kebijakan itu menurut saya meski tidak populer merupakan kebijakan strategis. Hal ini tidak ditemukan di dalam pengembangan sarana prasarana dasar pengembangan untuk penelitian kedokteran," sesalnya.
Di sisi lain, Prof. Pratiwi bangga dengan keberadaan Indonesian Medical Education and Research Institute Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (IMERI-FKUI). Akan tetapi, masih banyak pekerjaan rumah yang perlu dibereskan pemerintah.
"Kita juga harus melihat sustainability institusi semacam ini. Biaya pemeliharaannya besar tapi mungkin pemanfaatannya minimal karena banyak kendala mulai leadership sampai riset," jelasnya.
Menurut Prof. Pratiwi, masih sedikit lembaga di Tanah Air yang fokus dan mengutamakan ilmu kesehatan. Bahkan di UI sendiri dia pernah usul bahwa riset utama itu dalam bidang kedokteran dan kesehatan.
"Melihat lembaga riset di Indonesia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, riset-riset di universitas itu masih sangat sedikit mengarusutamakan penelitian kedokteran. Pada waktu itu usulnya ditolak, malah yang diutamakan riset energi. Tidak salah sebetulnya karena barangkali ada pemetaan yang jelas kepada SDM, peralatan, uang dan network," paparnya.
Kondisi tersebut menunjukkan kurangnya perhatian dan kesempatan yang diberikan kepada para peneliti melakukan riset tentang kesehatan maupun kedokteran.
"Ini menunjukkan bahwa riset kesehatan dan kedokteran itu bukan merupakan prioritas. Meskipun agenda risetnya jelas ditulis, pendanaan riset juga masih sedikit," tandas Prof.