TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pada kesempatan tersebut antara lain dibahas tentang manfaat albumin yang terkadung dalam Onoiwa, salah satu produk dari Nucleus Farma.
Penyakit ginjal kronis (PGK) atau gagal ginjal kronis (GGK) menjadi salah satu penyakit yang menakutkan. Penyakit ini ditandai oleh kondisi saat fungsi ginjal yang menurun secara bertahap karena kerusakan ginjal.
Secara medis, gagal ginjal kronis didefinisikan sebagai penurunan laju penyaringan atau filtrasi ginjal selama 3 bulan atau lebih.
Pada proses hemodialisa, darah dialirkan ke luar tubuh dan disaring di dalam ginjal buatan (dialyzer). Darah yang telah disaring kemudian dialirkan kembali ke dalam tubuh.
Penggunaan albumin direkomendasikan karena merupakan indikator yang baik digunakan untuk menilai status gizi penderita dengan hemodialisis serta dapat mengganti nutrisi yang hilang.
Kandungan albumin ini terdapat pada obat natural Onoiwa jenis sediaan oral yang terbuat dari ekstrak ikan gabus dan memiliki kandungan aktif yang dapat membantu pasien gagal.
Baca juga: Tips Puasa Sehat untuk Pasien Gagal Ginjal yang Harus Cuci Darah, Jangan Makan Es Buah dan Kolak
Onoiwa menjadi salah satu obat natural yang diproduksi perusahaan biotech Nucleus Farma (PT Natura Nuswantara Nirmala) yang kini fokus berinovasi mengembangkan obat natural dan suplemen kesehatan dengan menggunakan bahan dasar alami lokal asli dari Indonesia.
Baca juga: Meski Reaksinya Lambat, Obat Herbal Minim Efek Samping Dibanding Obat Kimia
Untuk pengembangan obat natural dan suplemen kesehatan ini, Nucleus Farma selalu mengedepankan nilai-nilai luhur kearifan lokal, serta turut berkontribusi dalam dunia kesehatan dengan menyediakan obat bahan herbal alami yang aman, berkhasiat, dan bermutu.
Baca juga: Kenaikan Impor Februari 2021 Ditopang Produk Farmasi dan Buah-buahan
Maret lalu, Nucleus Farma berpartisipasi dalam berbagai kegiatan untuk mendukung kemajuan obat natural dan suplemen kesehatan.
CEO Nucleus Farma, Edward Basilianus pada acara seminar nasional PIKTI “The Secret of Indonesian Herbal (Jamu) for Good Health” yang diselenggarakan secara virtual 28 Maret 2021 lalu mengatakan, biodiversitas tanaman obat yang dimiliki Indonesia sangat berpotensi untuk dikembangkan guna memenuhi kebutuhan produk berbahan herbal yang semakin meningkat.
“Jika ini bisa dilakukan dengan optimal akan berdampak positif pada perekonomian nasional dan mendukung kemandirian industri obat berbahan herbal,” katanya.
Edward Basilianus melihat tren penggunaan bahan alam, khususnya obat tradisional di masa pandemi Covid-19 yang meningkat.
Menurutnya, ini merupakan momentum emas bagi masyarakat untuk kembali mencari dan menggunakan rempah-rempah asli Indonesia.
“Hal ini juga menjadi peluang bagi para peneliti untuk dapat mengembangkan hasil risetnya serta memacu para produsen untuk lebih fokus mengembangkan produk berbasis herbal,” kata Edward Basilianus.
Ketua Umum GP Jamu, Dwi Ranny Pertiwi Zarman di seminar yang sama mengatakan pengobatan tradisional Indonesia tidak dapat dipisahkan dengan ramuan jamu.
“Jamu di Indonesia sudah ada sejak tahun 1300 dan merupakan minuman bersejarah dengan berbagai khasiat untuk menjaga kesehatan, bahkan menyembuhkan berbagai penyakit,” jelas Dra. Reri.
Dwi Ranny mengatakan, pengobatan tradisional sudah diakui oleh WHO, badan kesehatan PBB. WHO menunjukan kepedulian terhadap pengembangan obat tradisional dengan mengeluarkan buku panduan Metodologi Penelitian dan Evaluasi terhadap pengobatan tradisional.
Jenis pengobatan alternatif dikelompokkan menjadi dua, yakni pengobatan berdasarkan herbal dan terapi yang berdasarkan prosedur tradisional.
“Yang termasuk pengobatan alternatif herbal yaitu penggunaan bahan asli tanaman seperti bunga, buah-buahan, akar, daun dan lain-lain dan saat ini bertambah dari sumber hewani,” tutur Dwi Ranny.
Dra. Reri Indriani, Apt., M.Si, menambahkan, Indonesia memiliki keanakaragaman hayati yang melimpah. Terdapat sekitar 30 ribu jenis tanaman, dimana sekitar 800 diantaranya berpotensi untuk dijadikan obat herbal.
Sejalan dengan Inpres No.6 tahun 2016 tentang Percepatan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan, Badan POM menginisasi pembentukan Satgas Percepatan Pengembangan dan Pemanfaatan Fitofarmaka.
Ada 14 lembaga yang terlibat dalam Satgas ini, terdiri dari Kementerian, asosiasi pelaku usaha, organisasi profesi, dan perguruan tinggi.
Dengan terbentuknya Satgas Percepatan Pengembangan dan Pemanfaatan Fitofarmaka diharapkan dapat meningkatkan intensifikasi hilirisasi penelitian obat berbahan alam untuk menjadi Fitofarmaka, sehingga akses dan ketersediaan obat produksi nasional akan meningkat.
"Ke depannya, produk Fitofarmaka juga diharapkan dapat berperan sebagai produk pengobatan dalam program Jaminan Kesehatan Nasional atau JKN,” papar Reri Indriani.
Nucleus Farma saat ini terlibat dalam riset obat antikanker ovarium.
Tim Nucleus Farma dan dr. Manuel Hutapea,Sp.OG.(K) Onk. baru-baru ini mengunjungi LIPI Kimia Serpong untuk membahas kerja sama penelitian obat kanker dari bahan alam.
Dr. Manuel Hutapea,Sp.OG.(K) Onk adalah dokter spesialis kebidanan dan kandungan konsultan onkologi di RS Mitra Medika Pontianak.
Sebelumnya sudah dilakukan uji pendahuluan dan akan dilanjutkan riset yang lebih komprehensif.