Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemenuhan hak kesehatan anak Indonesia dinilai belum maksimal bahkan masih menghadapi banyak tantangan.
Hal ini berdasarkan suatu penelitian studi literatur dan konsensus ahli yang dilakukan oleh Health Collaborative Center (HCC).
Penelitian ini dilakukan pada Juni – Juli 2021 dengan dua metode yaitu studi literature dan validasi eskpert melalui konsensus ahli secara daring selama 2 bulan.
Melibatkan Bunga Pelangi selaku Researcher Associate HCC, 36 akademisi, pemerhati dan praktisi. Serta pemangku kepentingan, pelaku program perlindungan hak anak dan kesehatan anak Indonesia dari 13 provinsi di Indonesia.
Baca juga: Kenali Tanda-tanda Anak Sakit Perut, Orangtua Jangan Anggap Sepele
Baca juga: Anak Jalani PJJ di Tahun Ajaran Baru, Ini yang Perlu Dilakukan Orang Tua Agar Belajarnya Efektif
Dari penelitian tersebut, disebutkan setidaknya terdapat 5 hak kesehatan anak Indonesia yang hingga kini belum juga terpenuhi oleh negara. Hal ini dipaparkan langsung oleh Founder dan Chairman Health Collaborative Center (HCC) Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK.
Pertama, hak untuk terbebas dari masalah gizi buruk dan gizi lebih. Kedua, hak untuk mendapatkan akses terhadap layanan kesehatan secara umum. Selain itu juga pada layanan kesehatan mental pada anak belum terpenuhi secara optimal.
Lalu ketiga, hak pengasuhan dari orang tua dan komunitas yang belum terlindungi. Keempat, hak terhadap akses Pendidikan, terutama pendidikan kesehatan di lembaga pendidikan seperti sekolah belum fokus.
Selanjutnya yang terakhir, hak untuk dilahirkan dengan selamat dan hidup dengan kualitas hidup sehat yang baik, mengingat, saat ini angka kematian pada neonatal, bayi, balita masih terbilang cukup tinggi.
Dari penelitian tersebut, dr Ray memaparkan hasil konsensus ahli merekomendasi 7 intervensi. Ketujuh intervensi ini diharapkan menjadi solusi sebagai pemenuhan lima hak anak tadi.
Pertama yaitu percepatan dan pengembangan integrasi program kesehatan anak dengan berbagai lintas sektor. Kedua, mempererat komitmen pemangku kepentingan dalam penyelesaian persoalan kesehatan pada anak.
Ketiga, pengembangan intervensi edukasi untuk masyarakat dan sasaran utama program kesehatan anak. Keempat, mempercepat pembangunan infrastruktur untuk ketersediaan dan akses layanan kesehatan anak.
Kelima, mendorong inisiasi, pembuatan dan implementasi kebijakan berbasis bukti untuk mengatasi persoalan kesehatan anak.
Keenam, memperkuat desentralisasi program kesehatan anak sesuai dengan kebutuhan lokal. Dan terakhir, menyediakan atau mengembangkan fasilitas kesehatan ramah dan inklusif terhadap anak dengan disabilitas.
"Tujuh rekomendasi ini sangat dinamis namun esensial. Aspek penangan risiko anak Indonesia selama pandemi juga menjadi salah satu poin rekomendasi dalam pengembangan integrasi program kesehatan anak,” ungkap Dr Ray dalam konferensi pers virtual, Kamis (29/7/2021).