Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - he Southeast Asia Breast Cancer Symposium (SEABCS) ke-5 melahirkan rekomendasi untuk menekan angka kematian kanker payudara.
Acara ini sukses digelar secara virtual di Indonesia pada 31 Juli 2021- 1 Agustus 2021 lalu.
Mengusung tema “Putting Patients to the Hearts of Cancers Control,” atau menempatkan pasien sebagai yang utama dalam penanganan kanker, menghasilkan sejumlah rekomendasi penting.
Beberapa di antaranya adalah pentingnya regulasi penanganan dan pengobatan kanker payudara di masa pandemi Covid-19.
Selain itu, rekomendasi perawatan yang lebih terintegrasi dan berpusat pada pasien, serta menekan angka kematian akibat kanker payudara.
WHO melalui Global Breast Cancer Initiative (GBCI) pada Maret 2021 lalu, menargetkan angka kematian akibat kanker payudara menjadi sebesar 2,5% per tahun sampai tahun 2040.
Menurut Data Globocan 2020, kanker payudara di Indonesia merupakan kanker paling banyak pada perempuan dengan proporsi 16,6% dari total kasus kanker, terdapat 65.858 kasus baru dan 22.430 kematian pada tahun 2020.
Baca juga: Benarkah Deodoran Bisa Sebabkan Kanker Payudara? Begini Menurut Penelitian
Diperkirakan jumlah kematian maupun kasus baru akan terus naik hingga tahun 2040, bila tidak dilakukan upaya sejak hulu hingga hilir, dan tanpa didukung regulasi yang jelas.
Mewakili Yayasan Kanker Payudara Indonesia (YKPI) dan juga Wakil Ketua Penyelenggara SEABCS ke-5 Ning Anha menjelaskan, untuk mencapai target WHO, maka dibutuhkan upaya keras dan kerjasama yang melibatkan ahli di bidang kesehatan, dokter ahli onkologi, organisasi yang bergerak di bidang kanker payudara, pemerhati, serta pemangku kebijakan dari berbagai negara.
Dalam SEABCS ke-5, Dr. Benjamin Andersen dari GBCI merekomendasikan 3 pilar dalam tatalaksana kanker payudara.
“Ketiga pilar yang dimaksud yaitu promosi kesehatan untuk deteksi dini, diagnosis kanker payudara, dan tatalakasana kanker payudara yang komprehensif,” jelas Ning Anhar dalam keterangannya baru-baru ini.
Kolaborasi dan regulasi sangat penting untuk mempercepat target WHO, mengingat pandemi Covid-19 membuat program penurunan kematian akibat kanker payudara melambat.
Terkait hal ini, Ketua Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia (PERABOI) dr.Walta Gautama ST, Sp.B (K) Onk, menyebutkan, target ini makin sulit dicapai karena sebagian besar pasien datang dalam stadium 3-4, terlebih di masa pandemi ketika terjadi penurunan kedatangan pasien ke pelayanan kesehatan secara signifikan.