TRIBUNNEWS.COM - Membuat keputusan untuk memulai terapi adalah langkah besar untuk memprioritaskan kesehatan mental dan meningkatkan kesejahteraan Anda secara keseluruhan.
Terapi kesehatan mental menyediakan lingkungan yang aman dan tidak menghakimi.
Terapi kesehatan mental dapat mengidentifikasi masalah yang dialami dan tujuan dari pasien untuk melakukan terapi.
Melalui terapi kesehatan mental, pasien bekerja sama dengan terapis untuk mencapai kesehatan mental yang lebih baik.
Baca juga: Jangan Biarkan Sistem Imun Melemah, Ketahui Cara Hidup Sehat Secara Fisik dan Mental
Dikutip dari Verywealth.com, seorang konselor atau terapis adalah seseorang yang profesional dengan pelatihan dalam merawat kondisi dan masalah kesehatan mental.
Hal ini dapat mencakup berbagai diagnosis kesehatan mental, termasuk depresi, kecemasan, gangguan bipolar, gangguan stres pascatrauma (PTSD), gangguan kepribadian, gangguan makan, dan gangguan penggunaan zat.
Selain itu, terapis memiliki pengetahuan dalam menangani masalah hubungan, harga diri, manajemen kemarahan/ emosi, atau hanya membantu orang mengelola stres yang dialami seseorang sehari-hari.
Hal yang diprioritaskan dalam melakukan terapi ialah keselamatan dan kesejahteraan pasien.
Seorang terapis dapat menggunakan berbagai metode untuk membantu pasien mereka mengembangkan pola pikir dan perilaku yang sehat, meningkatkan hubungan interpersonal, dan mengatasi emosi dan situasi yang sulit.
Berikut ini 9 jenis terapi kesehatan mental yang dikutip dari Verywealth.com.
1. Psikoanalisis dan Terapi Psikodinamika
Psikoanalisis, yang dikembangkan oleh Sigmund Freud, adalah salah satu metode pengobatan tertua.
Dalam pendekatan ini, fokus utamanya adalah mengungkap dan memeriksa peristiwa atau pola yang bermakna dari masa lalu yang mungkin memengaruhi keadaan seseorang saat ini.
Freud percaya bahwa insiden dari masa kanak-kanak, atau pikiran dan perasaan yang tersembunyi di bawah alam sadar adalah akar dari perilaku tidak sehat saat ini.
2. Terapi Interpersonal
Dalam pendekatan terapeutik interpersonal, pasien dan terapis bekerja sama tidak hanya untuk mengidentifikasi diagnosis pasien, tetapi untuk memeriksanya dalam konteks kehidupan dan pengalaman mereka.
Dengan melakukan inventarisasi pengalaman, pasien dapat mulai memahami pola dan peristiwa penting dalam kehidupan dan hubungan mereka.
Memperkuat hubungan dan membangun serta memperdalam sistem pendukung adalah kunci dalam jenis terapi ini.
Terapi interpersonal dapat efektif untuk individu yang hidup dengan gangguan mood, seperti depresi.
3. Terapi Mentalisasi
Terapi ini mengacu pada kapasitas seseorang untuk membedakan antara emosi mereka dan perasaan orang lain.
Proses ini juga dapat membantu pasien memahami bagaimana emosi mereka terhubung dengan tindakan mereka.
Terapi mentalisasi paling sering diterapkan pada pasien yang didiagnosis dengan gangguan kepribadian ambang, sebagai cara untuk meningkatkan kesadaran pikiran, emosi, dan meningkatkan fungsi interpersonal.
Baca juga: Tingkatkan Kesehatan Fisik dan Mental, Ini Tiga Solusi yang Bisa Dilakukan
4. Terapi Keluarga
Konseling keluarga menangani masalah-masalah yang terjadi dalam sistem keluarga.
Jenis terapi ini dapat membantu anggota keluarga menyuarakan masalah, mendapatkan pemahaman satu sama lain dan bagaimana masalah tersebut berdampak pada mereka sebagai satu kesatuan, dan membuat rencana untuk menyelesaikan masalah.
Metode terapi ini dapat membantu keluarga belajar berkomunikasi dan mendukung satu sama lain, meningkatkan interaksi sehari-hari, dan mengelola masalah dengan mengambil tindakan.
5. Kelompok terapi
Terapi kelompok biasanya difasilitasi oleh satu atau dua dokter dan mungkin memiliki hingga 15 pasien yang berpartisipasi.
Sistem terapi ini sangat bagus untu mengembangkan keterampilan atau pendidikan tentang topik tertentu (misalnya, penggunaan zat, kesedihan, manajemen stres).
Terapi kelompok memberikan suasana keamanan emosional dan menghubungkan orang-orang yang mungkin mengalami tantangan serupa.
Anggota kelompok sering dapat belajar dan menerima dukungan dari terapis dan satu sama lain.
6. Terapi Bermain
Terapi bermain dapat menjadi bentuk terapi ekspresif direktif atau non-direktif yang membantu anak-anak menumbuhkan keterampilan komunikasi dan interpersonal.
Hal ini dapat membantu karena anak-anak mungkin tidak dapat mengungkapkan kekhawatiran emosional mereka secara langsung melalui kata-kata.
Dalam terapi bermain, anak-anak bekerja sama dengan terapis—yang mungkin merupakan partisipan aktif atau pengamat—untuk memeriksa bagaimana seorang anak mengekspresikan dan mengatur dirinya sendiri.
Baca juga: 7 Manfaat Jahe Bagi Kesehatan, Dipercaya Dapat Menyembuhkan Nyeri Haid hingga Meredakan Mual
7. EDMR
Desensitisasi dan pemrosesan ulang gerakan mata (EMDR) adalah bentuk terapi yang dapat membantu orang sembuh setelah peristiwa menyedihkan atau traumatis.
Seorang terapis yang menggunakan EMDR akan membantu pasien mengakses memori stres atau sulit dengan memasangkannya dengan rangsangan eksternal, seperti gerakan mata atau ketukan.
EMDR menggabungkan aspek terapi kognitif-perilaku.
Penelitian menunjukkan bahwa pasien dapat menciptakan asosiasi baru selama proses ini, yang dapat membantu mengurangi tekanan psikologis dan meningkatkan tingkat fungsi mereka.
8. Terapi Perilaku
Bidang behaviorisme menunjukkan bahwa orang dapat mengubah perilaku mereka melalui fokus pada apa yang dapat diamati dan penggunaan penguatan yang tepat.
Dengan menyebutkan perilaku target dan mengeksplorasi bagaimana mereka ingin perilaku berubah, pasien dan dokter dapat mengembangkan rencana untuk meningkatkan perilaku positif.
9. Terapi Perilaku Kognitif (CBT)
Terapi perilaku kognitif (CBT) adalah bentuk populer dari psikoterapi yang menggabungkan terapi kognitif dan terapi perilaku untuk membentuk pendekatan yang lebih holistik.
CBT mengajarkan pasien untuk mengenali dan menantang pikiran yang tidak membantu atau irasional yang dapat mempengaruhi emosi dan perilaku mereka.
Penekanannya adalah pada pemahaman hubungan antara pikiran, emosi, dan tindakan, dan mengembangkan perspektif dan respons yang lebih seimbang.
Selama sesi, pasien dapat berlatih dan mengasah keterampilan baru, serta menerapkannya di luar sesi melalui pelacakan atau pemantauan pikiran dan perilaku mereka.
(Tribunnews.com/Kristina Wulandari)