Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Produk farmasi Indonesia masih didominasi oleh produk impor. Padahal di masa pandemi, permintaan obat-obatan dan suplemen justru meningkat pesat.
Fitofarmaka merupakan obat dari bahan alami yang telah melalui proses uji klinis sehingga memiliki khasiat setara dengan obat.
Sekretaris Perusahaan Indofarma Wardjoko Sumedi mengatakan, potensi pengembangan Fitofarmaka di Indonesia terbuka lebar di tengah upaya untuk memasukan kategori produk farmasi ini dalam Formularium nasional (FORNAS).
Baca juga: Langkah Strategis Rektor Unair, Kerja Sama dengan Kemenhan Teliti Vaksin dan Obat-obatan (2-Habis)
Baca juga: Ingin Kurangi Impor Obat Covid Molnupiravir, Luhut: Kita Upayakan Bangun Pabriknya di Dalam Negeri
"Potensi Fitofarmaka ke depan akan sangat bagus karena Fitofarmaka akan diupayakan masuk ke dalam FORNAS sebagai upaya pengobatan promotif dan preventif," kata dia dalam keterangannya, Selasa (9/11/2021).
Dia menjelaskan, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pun telah memberikan dukungan untuk pengembangan Fitofarmaka.
Misalnya, dengan membuat kebijakan dan regulasi untuk percepatan pengembangan dan pemanfaatan Fitofarmaka.
"Memfasilitasi kerjasama Riset dan Development dengan lembaga penelitian baik di lingkungan perguruan tinggi maupun di Kementerian Kesehatan (Litbangkes dan B2P2TOOT Tawangmangu, BALITRO) dan lain-lain," jelas dia.
Wardjoko pun berharap, ke depan Fitofarmaka bisa menjadi produk farmasi asli Indonesia yang digunakan dalam layanan kesehatan formal dan yang mampu dijangkau oleh banyak kalangan.
Hal senada juga disampaikan, Direktur Pengembangan Bisnis dan Saintifik Dexa Group, Dr Raymond Tjandrawinata.
Ia menyebut pengembangan Fitofarmaka dapat mengantisipasi terjadinya supply shock seperti yang sempat dialami industri farmasi di Indonesia pada awal pandemi Covid-19.
"Itulah kata kunci yang harus disepakati bahwa urgensi untuk membangun kemandirian ini tidak bisa ditawar lagi, urgensi ini bisa dibangun bersama. ,” tegas Raymond.
Pemerintah Dukung Pengembangan Fitofarmaka dalam Negeri
Pemerintah pun mendorong pengembangan Fitofarmaka dalam mengatasi impor obat.
Pasalnya bahan baku alami obat-obatan banyak tersedia di Indonesia.
Fitofarmaka tergolong ke dalam obat tradisional seperti halnya jamu dan obat herbal terstandar. Keamanan dan khasiat fitofarmaka dibuktikan secara ilmiah melalui uji praklinik dan uji klinik, bahan baku dan produknya telah distandardisasi.
“Ini akan menjamin keamanan kita dalam melakukan transformasi kesehatan di masa depan,” kata Wakil Menteri Kesehatan dr Dante Saksono Herbuwono seperti dikutip dalam laman resmi Kemenkes, Selasa (9/11/2021).
Wamenkes Dante mengungkapkan ada beberapa obat kimiawi yang dasarnya adalah fitofarmaka, seperti obat diabetes metformin.
Obat tersebut dulunya adalah obat yang berasal dari daun yang kemudian diprdoduksi sebagai fitofarmaka di prancis. Lebih dari 50 tahun penggunaan metformin dan ternyata obat tersebut sudah bisa diekstrak unsur kimiawinya secara spesifik.
“Memang prosesnya tidak sederhana, butuh regulasi, butuh transformasi, butuh riset dan biaya yang nanti akan kita gunakan dan kita akselerasi bersama-sama,” ungkapnya.
Dari sekitar 11.218 tanaman obat yang tercatat oleh Kementerian Kesehatan, baru ada 26 Fitofarmaka menurut data Kemenkes atau 35 Fitofarmaka yang terdaftar menurut Nomor Izin Edar (NIE) dari Badan POM RI.
Berdasarkan NIE dari BPOM RI sebanyak 23 produk Fitofarmaka didaftarkan oleh PT Dexa Medica, 8 produk dari PT Ferron Par Pharmaceuticals, 2 produk dari PT Phapros, dan 2 produk dari PT Royal Medicalink Pharmalab. Produk Fitofarmaka saat ini juga dikenal dengan sebutan Obat Modern Asli Indonesia (OMAI).