Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ada yang bilang jika stres dapat meningkatkan faktor risiko terjadinya maag dan Gastroesophageal reflux disease (GERD).
Nyatanya hal itu bukanlah mitos, melainkan sebuah fakta. Menurut Dokter Spesialis Gastroentologi, Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH,MMB, FINASIM,
Menurutnya, stres memang dapat memicu terjadinya gangguan asam lambung. Stres menghasilkan hormon yang dapat memperlambat pencernaan.
Akibatnya makanan tertahan lebih lama di perut, sehingga asam lambung memiliki banyak waktu untuk naik ke kerongkongan.
Di sisi lain, dr Ari menyebutkan jika pemicu stres di otak, tidak hanya karena ada masalah tertentu. Kurang tidur pun bisa menyebabkan stres.
"Pekerjaan yang berlebihan bisa jadi stres. Atau tadi, ada masalah keluarga, kasus Covid-19 yang begitu tinggi di tengah masyarakat. Informasi yang berdatangan sehingga menimbulkan kecemasan," ungkap dr Ari pada acara virtual yang diadakan Wellesta cpi, Kamis (10/2/2022).
Ketika ada bagian tubuh yang tidak beres, dalam hal ini pikiran, maka tubuh akan memberikan pesan untuk memproduksi asam lambung.
Baca juga: Manfaat Minum Air Putih bagi Tubuh: Lancarkan Pencernaan hingga Cegah Penyakit Jantung
Ketika produksi asam lambung meningkat secara berlebih, maka akan memunculkan gangguan yang tidak menyenangkan. Seperti dada yang terasa terbakar, mual dan sebagainya.
Rasa tidak nyaman itu juga menimbulkan stres, dan semakin meningkatkan produksi asam lambung. Sehingga hal ini menjadi sebuah lingkaran setan.
"Kadang-kadang pusing sakit kepala. Minum obat penghilang sakit kepala, jadi dinding lambung tipis," paparnya lagi.
Karenanya, dr Ari sering memberikan pesan kepada pasien Gerd untuk lebih banyak istirahat. Beberapa kasus diberi obat penenang.
"Kondisi stres bisa menurun, tapi saya harus konsultasi ke psikiater. Masalah di otak diberesin, lambung juga diurusin. Kalau salah satu belum, bisa naik kembali," pungkasnya.