News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Mengenal Aritmia si Penyebab Henti Jantung yang Tak Boleh Disepelekan

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi gangguan irama jantung.

TRIBUNNEWS.COM – Jantung merupakan salah satu organ tubuh yang paling vital bagi kehidupan. Setiap saat, organ ini berdetak dan mengalirkan darah yang membawa zat-zat yang penting bagi tubuh.

Maka dari itu, organ tubuh yang termasuk dalam susunan sistem kardiovaskular ini perlu dijaga kesehatannya setiap waktu.

Namun, jantung juga menjadi organ yang berpotensi terkena gangguan. Tak jarang, kita mendengar berita seorang atlet mengalami henti jantung saat tengah bertanding. Tapi, tahukah Anda bahwa henti jantung disebabkan oleh suatu gangguan yang disebut aritmia?

Faktanya, aritmia atau gangguan irama jantung adalah gangguan pada sistem kelistrikan jantung yang menyebabkan denyut jantung menjadi lebih lambat (bradikardi), lebih cepat (takikardi), atau tidak beraturan.

Denyut jantung sendiri dikendalikan oleh sistem kelistrikan sehingga dapat berdenyut dengan irama yang teratur. Normalnya, jantung akan berdenyut 60-100 kali/menit. 

Saat tidak berdenyut dengan normal, jantung tidak dapat memompa darah sebagaimana mestinya dan mengakibatkan gangguan asupan darah ke organ tubuh lainnya. Kondisi ini dapat menyebabkan kerusakan pada jantung dan organ penting lainnya. 

Apa penyebab aritmia?

Penyebab utama dari aritmia terjadi ketika impuls listrik yang berfungsi mengatur detak jantung tidak bekerja dengan baik.

Kondisi tersebut bisa terjadi karena disebabkan oleh beberapa faktor risiko kondisi medis dan fisiologis, misalnya hipertensi, diabetes, sleep apnea, kardiomiopati, penyakit bawaan, kelainan, dan serangan jantung mendadak. 

Selain kondisi tersebut, aritmia juga bisa dipicu oleh faktor kebiasaan dan gaya hidup yang tidak sehat, seperti manajemen stres yang buruk, kurang tidur, konsumsi alkohol, konsumsi kafein, merokok, dan penyalahgunaan obat-obatan terlarang.

Gejala aritmia yang dialami setiap orang akan berbeda tergantung dari jenis aritmia yang dialami. Biasanya, gejala yang dirasakan adalah jantung berdebar (palpitasi), nyeri dada, sesak nafas, mudah lelah, keringat dingin, rasa akan pingsan.

Aritmia biasanya muncul saat olahraga, stress atau setelah terpapar kafein, nikotin dan obat-obatan tertentu. 

Jika kondisi tersebut terlambat ditangani, aritmia dapat menyebabkan henti jantung yang dapat berujung pada kematian. Tak hanya itu, lambatnya penanganan terhadap aritimia akan dapat menyebabkan komplikasi. Pada beberapa kasus, aritmia dapat makin parah dan berujung pada komplikasi serius beberapa gangguan dan penyakit, seperti Alzheimer, stroke, gagal jantung, dan kematian mendadak. 

Tercatat, risiko seseorang yang mengalami gangguan aritmia terkena stroke 4 – 5 kali lebih besar dibanding yang tidak mengalami aritmia. Data CDC tahun 2017 menyebutkan bahwa aritmia menyebabkan stroke iskemik sebesar 15 % – 20 % .

Untuk mendiagnosa aritmia, dokter akan mengevalusi gejala dan riwayat medis pasien melalui pemeriksaan fisik dan penunjang, seperti Elektrokardiografi (EKG), Treadmill Test, Holter Monitor, dan Electrophysiology Study (EP Study). 

“Electrophysiology Study adalah golden standard untuk mendiagnosa aritmia. Dengan pemeriksaan ini, dapat dipetakan aktivitas listrik jantung sehingga titik penyebab gangguan kelistrikan jantung dapat diketahui. Berdasarkan hasil EP Study dapat ditentukan jenis  aritmia dan terapi yang dibutuhkan untuk mengembalikan irama jantung normal,” kata dr. Rerdin Julario, SpJP(K), Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah Konsultan Aritmia dan Intervensi dari  Mayapada Hospital Surabaya. 

“Penanganan aritmia disesuaikan dengan jenis aritmia yang dialami pasien. Tindakan berupa pemasangan alat pacu jantung atau pacemaker biasanya digunakan untuk kasus aritmia di mana jantung berdenyut lebih lambat dari normal. Tindakan lain yaitu ablasi jantung merupakan tindakan untuk mengoreksi aritmia dengan cara memasukan kateter melalui pembuluh darah sampai ke jantung. Elektroda pada ujung kateter dilengkapi dengan energi radiofrekuensi untuk mengablasi titik tertentu pada jantung yang menyebabkan aritmia sehingga jantung dapat kembali berdenyut normal,” kata dr. Agung Fabian Chandranegara, SpJP(K), Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah Konsultan Aritmia, Mayapada Hospital Tangerang.

Deteksi dan tindakan aritmia

Lalu, bagaimana penanganan yang tepat untuk mengurangi risiko penyakit henti jantung? Kapan Anda harus ke dokter? 

Anda bisa memulainya dengan melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin ke dokter ahli kardiologi, terutama bila Anda menderita beberapa penyakit yang menjadi faktor risiko aritmia, seperti hipertensi, gangguan tiroid, diabetes, penyakit jantung, atau pernah menjalani operasi jantung.

Lakukan deteksi sedini mungkin untuk menghindari risiko penyakit menjadi serius. Semakin awal diketahui, keberhasilan pengobatan pun semakin tinggi. Selain itu, jangan ragu untuk melakukan tindakan apabila ada gejala yang dirasakan.

Jika Anda memiliki pertanyaan seputar kanker atau penyakit lainnya, lakukan konsultasi online dengan dokter-dokter terbaik melalui link ini. Anda juga berkesempatan mendapat voucher diskon medical check up.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini