Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Angka kematian dari penyakit Monkeypox memang terbilang kecil yaitu di bawah satu persen.
Namun, menurut Pakar Epidemiologi Griffith University Dicky Budiman, pada kelompok tertentu bisa berisiko tinggi hingga kematian.
Contohnya pada orang yang memiliki masalah kesehatan.
Baca juga: Waspada Wabah Cacar Monyet, Ini Perbedaan Ruam pada Monkeypox dan Penyakit Lain
Selain itu juga dapat berisiko pada orang yang memiliki masalah imunitas.
Atau pada mereka yang memiliki penyakit lain seperti HIV, yang dapat menurunkan imunitas.
Menurut Dicky, situasi ini akan memberikan dampak sangat serius hingga berujung pada kematian.
Salah satunya bisa menyebabkan terjadinya ensefalitis atau peradangan otak.
"Ini yang umumnya menyebabkan kematian.
Dan itu terjadi saat terjadi endemi di Afrika. Mayoritas kematian karena ensefalitis," ungkap Dicky pada Tribunnews, Rabu (3/8/2022).
Baca juga: Monkey Pox Jadi Darurat Global, Pakar: Perlu Tingkatkan Kewaspadaan Nasional
Oleh karena itu menurut Dicky, Indonesia sudah saatnya melakukan penguatan survelens serta memberikan literasi pada kelompok rawan.
Seperti gay, pekerja seks dan sebagainya. Para dokter termasuk tenaga kesehatan di rumah sakit sudah semestinya mulai waspada. Apa lagi dengan kemungkinan terjadinya ensefalitis ini.
"Karena kelompok berisiko merupakan kalangan yang tertutup. Ketika sakit, banyak yang tetap di rumah sehingga terjadi kontak dengan kelompoknya terdekat. Namun, jika sudah sampai ke radang otak, umumnya orang baru akan ke rumah sakit," papar Dicky lagi.
Umumnya, jika tidak segera ditangani akan berujung pada kematian. Dan situasi ini kata Dicky banyak terjadi pada negara berkembang, seperti di Indonesia.