Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar kesehatan sekaligus dokter spesialis penyakit dalam subspesialis hematologi-onkologi (kanker) Prof Zubairi Djoerban mengatakan eliminasi HIV/AIDS di Indonesia masih jadi pekerjaan besar bersama.
Dimulai dari sulitnya menemukan kasus karena masyarakat enggan memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan maupun tingkat kepatuhan Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) untuk minum obat ARV 100 persen belum tercapai.
"HIV/AIDS di Indonesia ini masih jadi masalah serius karena estimasi ODHA di tanah air ada sekitar 560 ribuan. Itupun kalau semua ditemukan kasusnya," kata dia saat berbincang dengan tim Tribun Network di kantor Jakarta Breast Center, Jumat (2/8/2022).
Baca juga: Orang Dengan HIV/AIDS Tidak Boleh Putus Minum Obat ARV
Sementara target organisasi kesehatan dunia atau WHO menyatakan tahun 2030 kasus HIV/AIDS harus dieliminasi dari seluruh negara.
"Ditemukan, diobati, tidak putus obat maka HIV/AIDS selesai di Indonesia sama kayak negara lain. Tapi masalahnya minum obat masih setengah-setengah 20 persen, putus obat banyak, yang terkontrol baik masih belum banyak. Jadi inilah pekerjaan rumah kini bersama padahal 2030 WHO mendeklarasikan HIV AIDS selesai," ungkap dokter yang berpraktik di RS Kramat 128 ini.
Situasi pandemi Covid-19 kian membuat permasalahan HIV/AIDS kian berat.
Misalnya di Indonesia, saat Covid-19 melanda banyak ODHA enggan berpergian ke rumah sakit atau faskes untuk mengambil obat ARV.
"Takut ke rumah sakit, arena kalau ke rumah sakit takut tertular Covid-19. Sehingga banyak yang putus obat," kata dia.
Penemu kasus HIV/AIDS pertama di Indonesia ini tak bisa memungkiri bahwa HIV/AIDS ini memang masalah berat, namun sebenarnya bisa diatasi.
"Sekarang ini semua pasien yang berobat teratur, yang tidak putus obat semua terkontrol baik," kata mantan ketua satgas PB IDI.
"Cukup banyak yang produktif di atas 20 tahun, ada beberapa yang diatas 35 tahun. Ada yang sehat 1-2 orang setelah mengkonsumsi obat selama 28 tahun," sambung Prof Zubairi.