TRIBUNNEWS.COM - Apakah Anda familier dengan limfedema? Limfedema adalah salah satu komplikasi yang dapat dialami oleh pasien pasca terapi kanker.
Jenis komplikasi ini berupa pembengkakan yang umumnya terjadi di daerah lengan, kaki, atau wajah dan disebabkan oleh tumpukan cairan getah bening akibat tersumbatnya pembuluh getah bening.
Cairan getah bening yang sebagian besar mengandung protein dan sel darah putih (sel darah yang melawan infeksi) merupakan salah satu bagian dari sistem limfatik atau sistem pertahanan tubuh dalam membasmi infeksi.
Dalam menjalankan fungsinya, cairan getah bening atau cairan limfe akan beredar di dalam pembuluh getah bening. Sehingga, ketika terjadi kerusakan pembuluh getah bening, aliran cairan getah bening akan tersumbat dan mengakibatkan pembengkakan di bagian tubuh tertentu.
Faktor risiko, gejala, dan dampak limfedema
Umumnya, limfedema terjadi dua atau tiga tahun pasca operasi. Namun, perlu diingat bahwa risiko komplikasi ini akan tetap ada seumur hidup. Risiko pun akan meningkat ketika Anda mengalami cedera pada anggota badan.
Terdapat berbagai faktor yang dapat memicu risiko berkembangnya limfedema. Salah satunya adalah jenis operasi yang dilakukan. Seseorang yang menjalani operasi besar, termasuk pengangkatan kelenjar getah bening dan terapi radiasi di lokasi di mana terdapat kelenjar getah bening, memiliki kemungkinan lebih besar untuk mengalami limfedema.
Selain itu, faktor risiko pasien seperti obesitas atau penambahan berat badan setelah operasi, faktor pengobatan seperti radiasi atau beberapa jenis kemoterapi, dan komplikasi setelah operasi juga dapat menjadi pemicu terjadinya limfedema.
Saat seseorang mengalami limfedema, gejala awal akan dirasakan oleh anggota tubuh atau jaringan yang melalui proses terapi, seperti pembengkakan pada lengan atau kaki, serta sensasi berat atau rasa nyeri yang tidak nyaman pada lengan atau kaki.
Jika area yang dioperasi terasa kencang, Anda sering mati rasa atau kesemutan, serta mudah merasa lelah pada lengan atau kaki, bisa jadi hal tersebut merupakan gejala dari limfedema. Anda juga akan mengalami pengerasan dan penebalan kulit atau fibrosis kulit sebagai gejala awal dari limfedema.
Limfedema memang bukanlah kondisi yang mengancam jiwa. Namun, limfedema dapat berdampak besar pada kualitas hidup pasien.
Jika limfedema memengaruhi kemampuan untuk menggunakan lengan atau kaki, komplikasi ini akan menghambat aktivitas sehari-hari dan mempengaruhi kualitas hidup Anda. Terlebih lagi, limfedema dapat mengurangi penyembuhan jaringan dan terkadang menyebabkan nyeri kronis.
Kemudian bagi mereka yang melalui operasi kanker payudara, lengan akan membengkak dan menimbulkan kekhawatiran tentang penampilannya. Lengan dengan limfedema pun dapat menyebabkan selulitis serta infeksi kulit yang memerlukan antibiotik dan kemungkinan rawat inap.
Tindakan bedah untuk penanganan limfedema
Jika Anda menemui gejala-gejala limfedema seperti yang disebutkan di atas, ada baiknya jika Anda segera berkonsultasi dengan dokter spesialis bedah onkologi. Anda pun perlu mengenali dan menjalani terapi sejak dini untuk mencegah perburukan gejala dan mengurangi keparahan komplikasi.
Dalam beberapa kasus, prosedur pembedahan dapat membantu memperbaiki drainase limfatik. Salah satu pilihan bedah bagi pasien yang menderita limfedema adalah Lymphaticovenous Anastomosis atau Anastomosis Vena Limfatik (LVA), sebuah tindakan intervensi bedah mikro di mana beberapa pembuluh limfatik dihubungkan atau ‘beranastomosis' ke vena kecil di dekatnya.
Dengan menghubungkan pembuluh limfatik yang masih berfungsi ke vena kecil, LVA akan melewati pembuluh limfatik yang rusak. Tindakan LVA bertujuan untuk mendorong kelebihan cairan getah bening yang terakumulasi di jaringan, sehingga cairan getah bening akan kembali pada sistem peredaran darah di lengan itu sendiri.
Selain itu, terdapat juga opsi transplantasi kelenjar getah bening. Lewat operasi ini, kelenjar getah bening yang sehat dikeluarkan dari satu area tubuh dan ditransplantasikan ke anggota tubuh yang mengalami limfedema. Nantinya, kelenjar getah bening ini dapat membangun kembali sirkulasi limfatik anggota tubuh Anda dan memperbaiki gejala yang dialami.
Jenis penanganan lainnya adalah penggunaan alat Kinevo 900, mikroskop dengan sistem visualisasi robotik yang mengombinasikan teknologi visualisasi optik dan digital. Mikroskop ini mendukung performa dokter bedah dalam melakukan prosedur pembedahan yang melibatkan pembuluh darah, limfe, dan saraf termasuk pembedahan LVA dan operasi tumor atau kanker.
Penanganan kanker dan limfedema di Mayapada Hospital Jakarta Selatan
Dari berbagai jenis penyakit kanker, kanker payudara menjadi jenis kanker dengan jumlah penderita no 1 di Indonesia dan umumnya dialami oleh wanita. Kanker payudara dapat menimpa segala usia, oleh karena itu penting bagi setiap wanita untuk waspada dan melakukan pemeriksaan deteksi dini mulai usia 18 tahun secara berkala.
Diagnosis kanker payudara ditentukan oleh dokter berdasarkan hasil pemeriksaan patologi anatomi biopsi jaringan benjolan di payudara.
Menurut penjelasan Dokter Spesialis Patologi Anatomi Mayapada Hospital Jakarta Selatan, dr. Rizky Ifandriani Putri, SpPA, Dokter Spesialis Patologi Anatomi akan memberikan laporan pemeriksaan makroskopis dan mikroskopis spesimen biopsi. Laporan tersebut menjelaskan apakah ada lesi non kanker, lesi pra kanker, atau sel kanker.
“Pada spesimen kanker payudara, seorang ahli patologi juga dapat memberikan informasi terkait ada atau tidaknya reseptor hormonal positif atau penanda lain pada sel kanker pasien guna membantu klinisi menentukan rencana terapi yang paling sesuai dengan kebutuhan pasien,” jelasnya.
Penting untuk diketahui, jumlah pasien yang mengalami limfedema pasca operasi kanker payudara pun tidak sedikit. Dokter Spesialis Bedah Konsultan Onkologi Mayapada Hospital Jakarta Selatan, dr. Bayu Brahma, SpB(K)Onk menyebutkan bahwa kejadian limfedema pada sisi yang sama dengan payudara banyak menimpa pasien pasca operasi kanker payudara.
Namun, Anda tak perlu khawatir karena Mayapada Hospital Jakarta Selatan menawarkan penanganan kanker payudara yang mutakhir. Terlebih, langkah preventif lewat deteksi dini menjadi fokus bagi penanganan limfedema di Mayapada Hospital Jakarta Selatan.
“Sekarang ini penanganan limfedema menuju ke arah preventif, salah satunya dengan deteksi dini melalui teknologi imaging fluorescence menggunakan ICG lymphography. ICG ini merupakan pencitraan yang sensitif untuk deteksi dini limfedema sehingga dapat segera dilakukan penanganan apabila ditemukan lebih awal,” sebut dr. Bayu.
“Saat ini tindakan bedah penanganan kanker payudara telah makin advanced untuk menurunkan morbiditas dan meningkatkan kualitas hidup pasien. Kemajuan tersebut adalah operasi minimal invasive seperti breast conserving surgery, biopsi kelenjar getah bening sentinel yaitu teknik operasi kelenjar getah bening daerah ketiak untuk mencegah limfedema, serta rekonstruksi payudara dengan bedah mikro,” ujarnya.
“Setelah operasi, tergantung hasil stadium patologi dan hasil pemeriksaan patologi dan imunohistokimia mungkin diperlukan terapi tambahan (adjuvant therapy). Terapi tambahan bisa berupa kemoterapi, antibodi monoclonal, terapi hormonal juga radioterapi,” sambung Prof. Abdul Muthalib, SpPD-KHOM Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Hematologi Onkologi Mayapada Hospital Jakarta Selatan.
“Dokter juga dapat merekomendasikan terapi radiasi setelah operasi kanker payudara. Terapi radiasi kanker payudara dapat berlangsung dari tiga hingga enam minggu, tergantung pada kondisi klinis pasien. Dokter ahli onkologi radiasi akan menentukan teknik dan dosis radiasi yang terbaik berdasarkan kondisi klinis pasien, jenis kanker, stadium, dan lokasi tumor,” tutur dr. Ratnawati Soediro, SpOnk.Rad. Dokter Spesialis Onkologi Radiasi Mayapada Hospital Jakarta Selatan (MHJS).
Dr. Ratna menambahkan bahwa Mayapada Hospital memiliki pesawat Radioterapi LINAC (Linear Accelerator) yang memiliki keunggulan teknologi mutakhir terkini sehingga dapat mendistribusi sinar radiasi maksimal pada target sel kanker dan minimal pada sel jaringan sehat.
Radioterapi LINAC tersebut menghadirkan advanced techniques, termasuk verifikasi 4D apabila dibutuhkan, sehingga presisi dan akurasi meningkat, lebih nyaman, serta dengan efek samping yang minimal.
“Keamanan pasien adalah fokus utama pelayanan kesehatan kami. Oleh karena itu pesawat LINAC Mayapada Hospital memberi proteksi khusus bagi organ jantung terutama pada kanker payudara kiri dengan teknik deep inspiration breath hold (DBIH),” pungkas dr. Ratnawati Soediro.
Di Oncology Center Mayapada Hospital, Anda dapat menemukan berbagai layanan komprehensif dalam penanganan tumor dan kanker.
Mulai dari deteksi dini, diagnosis, terapi tindakan bedah, kemoterapi, imunoterapi dan radioterapi, hingga rehabilitasi medis saat proses penyembuhan, Mayapada Hospital senantiasa memberikan penanganan dengan peralatan terkini serta kolaborasi multi-spesialisasi dokter.
Untuk informasi lebih lanjut terkait penanganan kanker dan limfedema di Oncology Center Mayapada Hospital, Anda dapat mengklik link berikut: https://mayapadahospital.com/