Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebagian besar kasus cacar monyet atau monkeypox di dunia saat ini disebabkan oleh virus cacar monyet jenis/clade II, tepatnya clade IIB, yang memang lebih ringan dampaknya daripada clade I yang tadinya banyak terjadi di Afrika.
Meski demikian sebagian kasus di Thailand bukanlah Clade II.
Baca juga: Kemenkes: Pasien Suspek di Tasikmalaya Negatif Cacar Monyet
Hal itu disampaikan dalam simposium penyakit tropik atau Seameo Tropmed yang dipimpin mantan direktur WHO Asia Tenggara Prof Tjandra Yoga Aditama pada Rabu (14/9/2022).
"Jadi memang mungkin saja virus dengan clade yang tidak ringan juga beredar saat ini. Ini perlu jadi perhatian pada 9 suspek kita yang sekarang sedang diperiksa laboratoriumnya," ujar Prof Tjandra.
Dilaporkan pula virus cacar monyet dapat menembus sawar plasenta, artinya kalau ada ibu hamil yang sakit maka akan berdampak ke bayinya.
Karena itu, WHO menganjurkan agar setiap kontak di monitor selama 21 hari.
"Mudah-mudahan hal yang sama juga sudah dilakukan di kontak dari satu kasus kita. Mereka dapat tetap beraktifitas, tetapi dalam pengawasan, dan tidak boleh melakukan donor darah / donor organ lain dalam 21 hari sejak ada kontak dengan pasien cacar monyet," terang pakar kesehatan FKUI ini.
Baca juga: Mengenal Tecovirimat Obat untuk Cacar Monyet, Indonesia Disebut Sudah Pesan ke AS
Diketahui bahwa penyakit ini memang dapat menular ke petugas kesehatan.
Data WHO di dunia sejauh ini menunjukkan angkanya 4,5 persen dari total kasus, dan secara jelas ada bukti.
"Setidaknya tiga orang petugas kesehatan tertular pada waktu merawat pasien cacar monyet," kata dia.
Data WHO juga menyebutkan lebih dari 90 persen kasus terjadi penularan pada kelompok “male sex with male” (MLM) dan sekitar 40 persen kasus adalah HIV (+).
Baca juga: Pasien Cacar Monyet Pertama di Indonesia Terinfeksi Varian Afrika Barat
Tetapi, data dari negara-negara WHO Asia Tenggara menunjukkan ada 2 kasus MSM dan 4 kasus heterosexual.
Selain itu, di negara WHO Asia Tenggara 9 kasus adalah ada riwayat perjalanan dari luar negeri dan 8 kasus adalah sepenuhnya lokal.
"Memang kasus dunia ada kecenderungan sedikit menurun, tetapi jelas kita tetap perlu waspada. Setidaknya lima hal yang tetap perlu kita lakukan, yaitu 1)komunikasi risiko, 2) surveilans epidemiologi, 3) diagnosis dan penanganan kasus, 4) pencegahan penularan berkelanjutan dan 5) ketersediaan vaksin," ungkap dia.