Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Umum Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), Noffendri meminta pada apoteker di industri farmasi agar patuh pada standar pembuatan obat yang baik.
"IAI menghimbau kepada Apoteker yang bekerja di Industri Farmasi untuk terus berupaya meningkatkan kepatuhan pada standar Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) terutama dalam menjaga kualitas obat-obatan yang diproduksi," ungkapnya pada keterangan resmi, Jumat (21/10/2022).
Hal ini sejalan dengan Undang-Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 105, sediaan farmasi yang berupa obat dan bahan baku obat harus memenuhi syarat farmakope Indonesia atau buku standar lainnya.
Selain itu, pihaknya juga menghimbau kepada Apoteker untuk lebih memperhatikan kemungkinan terjadinya interaksi obat.
Atau, interaksi antara obat dengan makanan yang berisiko menimbulkan kejadian fatal. Seperti kegagalan organ termasuk kondisi gagal ginjal akut.
Baca juga: Daftar Obat Sirup yang Ditarik BPOM, Tercemar EG dan DEG
Masih terkait obat, Epidemiologi dan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Dicky Budiman turut mempertanyakan, kenapa obat-obatan yang dikeluarkan saat era pandemi Covid-19 justru menurun mutu dan kualitasnya.
Ia menyoroti lemahnya pengawasan atau quality control di Indonesia terkait obat.
Ia merunut kejadian merujuk misalnya dari beberapa informasi dan data per bulan Januari 2022 telah ada kasus gagal ginjal akut.
Baca juga: Picu Kematian 99 Anak, Peredaran Obat Sirup Dilarang di Indonesia, 5 Diantaranya Ditarik BPOM
Dicky pun menyimpulkan jika produk obat jenis sirup mengandung cemaran 'etilen glikol' dan 'dietilen glikol' sudah dikeluarkan sejak era pandemi covid-19 atau bisa jadi produk obat yang dikeluarkan saat era pandemi.
Menurutnya, penurunan dari kualitas mutu pada obat yang dikeluarkan pada masa pandemi perlu jadi perhatian bersama.