News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Ombudsman: BPOM Tak Maksimal Lakukan Pengawasan Obat yang Diuji Perusahaan Farmasi

Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Choirul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ombudsman Republik Indonesia mengkritik kinerja Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang dinilai tidak maksimal dalam melakukan pengawasan terhadap obat yang diuji oleh perusahaan farmasi. 

"Ombudsman melihat BPOM tidak maksimal melakukan pengawasan terhadap produk yang diuji oleh perusahaan farmasi," ungkap anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng pada konferensi pers virtual, Selasa (25/10/2022). 

Ombudsman RI melihat ada kelalaian dari BPOM yang terlihat pada pengawasan, baik saat proses sebelum obat didistribusikan dan diedarkan, hingga pengawasan setelah produk itu beredar. 

Menurutnya, dengan mekanisme uji mandiri, seoalah-olah perusahaan diberikan kewenangan negara untuk melakukan pengujian, tanpa kontrol yang kuat dari BPOM.

"Kami temukan mekanismenya itu justru adalah uji mandiri dilakukan oleh perusahaan farmasi, kemudian mereka melaporkan ke BPOM. Jadi BPOM terkesan pasif menunggu munculnya laporan yang disampaikan," paparnya lagi. 

Ombudsman meminta BPOM kontrol harus dilakukan secara aktif. Bahkan pada tingkat tertentu, diambil sampling atau random, BPOM yang melakukan uji atas produk yang dihasilkan oleh perusahaan. 

Baca juga: Ombudsman Bakal Panggil Kemenkes, BPOM, dan BPJS Terkait Kasus Gagal Ginjal Akut

Ia pun menegaskan jika jangan pernah kewenangan negara diberikan sepenuhnya kepada pasar atau perusahaan farmasi. 

Apalagi ditenggarai adanya perusahaan farmasi saling berkompetisi dan menggunakan BPOM sebagai tameng menggunakan kewenangan negara.

Robert menyebutkan, Ombudsman melihat Kesenjangan standarisasi BPOM pada pre market karena terjadi pelampauan ambang batas atas kandungan senyawa yang ada dalam produk yang dikeluarkan perusahaan. 

Baca juga: 6 Usulan Ombudsman untuk Kemenkes dan BPOM Sikapi Kasus Gagal Ginjal Akut Anak

"Standarisasi itu kemudian tidak terjaga dengan baik oleh produsen dan perusahaan farmasi," katanya lagi. 

Di sisi lain, menurut Robert, BPOM tampaknya juga tidak melakukan kontrol yang ketat dan efektif atas ambang batas kandungan senyawa berbahaya pada produk tersebut.

Ombudsman RI juga melihat bahwa pemberian izin pasca edar obat atau produk yang ada, belum maksimal, dan tidak diikuti dengan evaluasi secara berkala terhadap produk yang beredar, maupun konsistensi dan kandungan mutu yang beredar.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini