TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) melaporkan adanya penurunan jumlah pasien Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA).
Disebutkan Juru Bicara Kementerian Kesehatan, dr. Muhammad Syahril hal itu ditengarai karena ada Surat Edaran (SE) Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan per tanggal 18 Oktober 2022 yang meminta tenaga kesehatan dan apotek untuk tidak memberikan obat dalam bentuk sirop kepada masyarakat.
"Kebijakan antisipatif terus dilakukan Kementerian Kesehatan dalam menekan angka kesakitan dan kematian akibat GGAPA di Indonesia," kata dia, Rabu(2/11/2022).
Selain itu, jumlah yang sembuh terus bertambah. Per tanggal 31 Oktober 2022 tercatat 304 kasus GGAPA, dimana 99 pasien (33 persen) dinyatakan sembuh.
Angka ini mengalami kenaikan dalam kurun waktu satu minggu terakhir, dimana angka kesembuhan yang dilaporkan pada 26 Oktober 2022 sebanyak 39 kasus.
Baca juga: Tes Darah dan Urine Pasien Gagal Ginjal Akut Diklaim Memiliki Tiga Senyawa Kimia Berbahaya
“Terjadi kenaikan signifikan selama satu minggu ini dari sebelumnya 20 persen naik menjadi 33 persen pasien yang dinyatakan sembuh,” ujar Syahril. Sementara, dari sejumlah tersebut sebanyak 65 kasus masih dalam perawatan, dan untuk kasus meninggal tercatat 153 kasus(CFR 51 persen).
Muhammad Syahril menyebut, berdasarkan data per 31 Oktober 2022 kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal di Indonesia sebanyak 304. Kasus tersebut tersebar di 27 provinsi dengan jumlah kematian mencapai 159 kasus atau 52 persen dari kasus yang ada.
"Sampai dengan tanggal 31 Oktober jumlah kasus kita ada 304 dan yang masih dirawat seluruh Indonesia sebanyak 46 kasus dan meninggal 159 kasus 51 persen dan 99 kasus sembuh," kata Syahril.
Sementara, 46 kasus terjadi pada usia kurang 1 tahun. Kemudian, 6 - 10 tahun dan 11 - 18 tahun. Dari 129 kematian terbanyak pada kelompok umur 1 - 5 tahun yaitu sebanyak 106 anak.
Lalu, usia di bawah 1 tahun sebanyak 21 anak dan seterusnya 23 orang pada usia 6 - 10 dan ada 9 anak pada 11-18 tahun.
"Presentase pasien laki-laki dan perempuan disebut Syahril, hampir sama, dimana pasien laki-laki adalah 59 persen, sementara perempuan 41 persen," ujar Syahril.
Sementara itu, Menteri Kesehatan (Kemenkes) RI Budi Gunadi Sadikin mengatakan data terbaru meninggalnya anak karena kasus gagal ginjal akut alami penurunan.
"Kita lihat sekarang korban meninggal sekitar 54 persen. Menurun dari angka sebelumnya mencapai 60 persen," kata Budi di Ruang Rapat Komisi IX DPR, Senayan, Jakarta.
Kemudian dikatakan Budi bahwa data terakhir gagal ginjal anak di seluruh Indonesia mencapai 325 kasus.
"Data kemarin yang bisa kita monitor kasus gagal ginjal akut di seluruh Indonesia ada 325 kasus. Kemudian ada konsentrasi di beberapa wilayah seperti Sumatera Utara, Jawa Bagian Barat, Timur dan Sulawesi Selatan,"
sambungnya.
Dikatakan Budi yang terbanyak kasus gagal ginjal terjadi di provinsi DKI Jakarta.
"Jadi memang DKI Jakarta yang paling tinggi, kemudian ada Jawa Barat, Jawa Timur dan Banten. Yang agak unik adalah Aceh, Sumbar dan Bali," ujarnya.
Eks Dirut Bank Mandiri ini menuturkan bahwa kasus gagal ginjal akut ini mayoritas terjadi pada anak nol sampai lima tahun.
Baca juga: Angka Kesembuhan Gangguan Ginjal Akut Terus Bertambah Hingga 33 Persen
"Kita juga melihat bahwa sebagian besar dari kasus ini terjadi pada anak-anak pada usia nol sampai lima tahun," tuturnya.
Salah Perkiraan
Menkes Budi mengira awal kasus gagal ginjal akut terjadi karena virus Covid-19.
Perkiraan itu terjadi saat Kemenkes bergerak pertama kali 10 September 2022 setelah rapat sembilan September membahas kenaikan kasus gagal ginjal akut di akhir Agustus.
Kemenkes langsung melakukan analisa patalogi.
"Patalogi itu artinya dugaaan kita penyebab penyakit ini adalah virus bakteri atau parasit karena kita baru saja terkena pandemi yang disebabkan virus. Dan kemarin juga ada kasus hati akut yang juga disebabkan oleh virus," kata Budi.
Menurut Budi teman-teman di Kemenkes dengan pengalaman seperti itu langsung mengajukan uji patologi baik dengan PCR dan lainnya untuk mengetahui penyebabnya apa.
"Yang bisa saya sampaikan ternyata hasil patologi kita semua bakteri dan virus kita tes sedikit sekali yang berkolerasi dengan penyakit ini," sambungnya.
Kemudian Budi mengungkapkan 17 Oktober 2022 Kemenkes melakukan video
konferensi bersama pakar-pakar untuk mengetahui penyebab kasus gagal ginjal akut pada anak.
"Sebagian besar bukan 100 persen faktor risiko paling besar dari kematian anak-anak ini disebabkan oleh obat-obatan yang mengandung senyawa kimia tersebut," tambahnya.
Lalu Budi menuturkan hipotesa tersebut sama dengan informasi dari WHO. Kasus yang sama sebelumnya juga terjadi di Gambia disebabkan oleh obat.
"Kemudian kita tukar yang tadinya kita uji patologi menjadi uji toksikologi berdasarkan masukan dari WHO," ujarnya.
Eks Wakil Menteri BUMN ini juga bercerita mengenai kasus gagal ginjal pada anak disebabkan oleh tiga senyawa kimia.
Adapun tiga senyawa kimia berbahaya yang dimaksud etilena glikol, dietilen glikol dan etilen glikol butyl ether.
"Kita mengubah strategi dari patologi jadi berbasis toksikologi dan dari situ kita lihat lebih dari 70 persen anak-anak yang sakit disebabkan tiga senyawa kimia berbahaya etilena glikol, dietilen glikol dan etilen glikol butyl ether," kata Budi.
Menurut Budi tiga senyawa kimia tersebut terbukti ada di dalam darah dan urine anak- anak pasien gagal ginjal akut.
"Jadi itu merupakan tiga senyawa berbahaya yang terbukti ada di dalam darah atau urine pada anak-anak yang mengalami gagal ginjal akut," sambungnya.
Budi menjelaskan kenapa senyawa kimia tersebut berbahaya karena ketiganya jika masuk ke tubuh anak-anak dan direspon metabolisme tubuh menjadi asam oksalat.
Baca juga: Kasus Gagal Ginjal Akut pada Anak, Asupan Pangan Alami dan Air Putih Penting untuk Pencegahan
"Nah asam oksalat itu kalau masuk ke ginjal menjadi kalsium oksalat kemudian menjadi kristal yang tajam-tajam dan ini yang akan merusak ginjal anak," tutupnya.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Kusumastuti Lukito,
mengatakan kasus gagal ginjal akut pada anak merupakan kejahatan kemanusiaan.
Penny mengatakan, banyaknya kematian anak-anak di Indonesia karena kasus gagal ginjal akut merupakan kejahatan kemanusiaan.
"Jadi artinya (kasus gagal ginjal akut) adalah kejahatan kemanusiaan, apalagi dengan adanya kematian anak-anak kita (generasi Indonesia)," kata Penny.
Oleh karena itu, Penny mengatakan, BPOM akan terus menggali permasalahan kasus gagal ginjal akut yang diduga karena zat pelarut yang terkandung dalam obat sirup cair.
"Kami akan menggali permasalahan ini," katanya.
"Juga (perihal) yang menunjukkan memang patut diduga ada kaitannya dengan kesakitan atau kematian gagal ginjal anak yang disebabkan apabila meminum obat tersebut," sambungnya.
Penny kemudian mengatakan, jika nantinya BPOM menemukan kebenaran adanya kausalitas atau hubungan sebab-akibat terjadinya kematian pasien gagal ginjal akut akibat mengkonsumsi obat sirup.Ia menegaskan, hal ini merupakan kejahatan obat.
"Nah, dalam hal ini juga saya ingin menggarisbawahi kausalitas nanti jika terbukti adanya kaitan antara obat dan juga kejadian kematian. Ini adalah suatu bentuk kejahatan obat. Kami melihat ini sebagai suatu kejahatan obat," ujarnya.
Ketua Komisi IX DPR RI Felly Estelita Runtuwene mengingatkan perusahaan-perusahaan farmasi soal sanksi pidana dan denda atas kelalaiannya sehingga menyebabkan kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal (GGAPA) pada anak.
Dikatakan Felly Estelita Runtuwene, jika perusahaan farmasi terbukti lalai, maka sanksi pidana 10 tahun penjara dan denda Rp 10 miliar bakal menanti.
"Kami juga mengingatkan jika ada pelanggaran terhadap keamanan farmasi,
berdasarkan Pasal 188 Jo Pasal 196 UU Kesehatan menyatakan setiap orang dengan sengaja memproduksi dan mengedar farmasi dan atau alat kesehatan yang tidak penuhi persyaratan keamanan, dipidana 10 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar," kata Felly Estelita Runtuwene.(Tribun Network/iza/mat/rin/wly)