Ia pun mengatakan jika data tersebut berdasarkan temuan kasus sejak Januari 2022 hingga Rabu (18/10/2022).
Gangguan ginjal akut ini, sebagian besar menyerang anak-anak. Khususnya pada mereka yang berusia di bawah lima tahun.
Hingga saat ini belum diketahui apa yang menjadi penyebab pasti. Kemenkes.
IDAI sendiri telah membentuk tim penelusuran untuk menyelidiki lebih jauh penyebaran terkait kasus ini.
Kemenkes Imbau Stop Semua Obat Sirup, Ada Jejak Senyawa yang Berpotensi Picu Gangguan Ginjal Akut.
Kementerian Kesehatan menghimbau masyarakat untuk tidak menggunakan semua jenis obat cair atau sirup, tidak hanya parasetamol.
Hal ini berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Nomor HK.02.02./2/I/3305/2022.
"Semua obat sirup atau cair, bukan hanya parasetamol. Untuk sementara Kemenkes sudah mengambil langkah mencegah kasus lebih banyak, diberhentikan sementara penggunaan sampai selesai penelitian dan penelusuran," ungkapnya pada konferensi pers virtual, Rabu (19/10/2022).
Hal ini, kata dr Syahril diikuti dengan ditemukan jejak senyawa yang berpotensi mengakibatkan gangguan ginjal akut ini.
"Dalam pemeriksaan yang dilakukan terhadap sisa sampel obat yang dikonsumsi pasien, sementara ini ditemukan jejak senyawa berpotensi mengakibat gangguan ginjal akut ini," katanya lagi.
Kemenkes pun menghimbau tenaga kesehatan untuk tidak meresepkan obat cair atau sirup sampai hasil penelusuran tuntas.
Nakes bisa menggunakan obat penurunan panas menggunakan tablet, dimasukkan ke anal, injeksi dan sebagainya.
Selain itu Kemenkes juga meminta seluruh apotek sementara waktu tidak menjual obat secara bebas dalam bentuk cair atau sirup, sampai hasil penyelidikan dari Kemenkes dan BPOM tuntas.
"Kemenkes juga menghimbau seluruh masyarakat untuk melakukan pengobatan anak sementara ini, tidak mengonsumsi obat berupa cair atau sirup tanpa berkonsultasi dengan nakes termasuk dokter," tegasnya.
Saat ini Kemenkes dan BPOM masih menelusuri dan meneliti secara komprehensif terkait obat sirup dan cIr. Termasuk kemungkinan faktor risiko lain penyebab dari gangguan ginjal akut ini.
5. Kemenkes Imbau Stop Semua Obat Sirup, Ada Jejak Senyawa yang Berpotensi Picu Gangguan Ginjal Akut
Kementerian Kesehatan menghimbau masyarakat untuk tidak menggunakan semua jenis obat cair atau obat sirup, tidak hanya parasetamol.
Penghentian sementara konsumsi obat sirup ini berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Nomor HK.02.02./2/I/3305/2022.
Obat sirup diimbau tidak dikonsumsi sebagai langkah pencegahan meluasnya gangguan ginjal akut yang kasusnya sudah ada di Indonesia.
"Semua obat sirup atau cair, bukan hanya parasetamol. Untuk sementara Kemenkes sudah mengambil langkah mencegah kasus lebih banyak, diberhentikan sementara penggunaan sampai selesai penelitian dan penelusuran," ungkapnya pada konferensi pers virtual, Rabu (19/10/2022).
Hal ini, kata dr Syahril diikuti dengan ditemukan jejak senyawa yang berpotensi mengakibatkan gangguan ginjal akut ini.
"Dalam pemeriksaan yang dilakukan terhadap sisa sampel obat yang dikonsumsi pasien, sementara ini ditemukan jejak senyawa berpotensi mengakibat gangguan ginjal akut ini," katanya lagi.
Kemenkes pun menghimbau tenaga kesehatan untuk tidak meresepkan obat cair atau sirup sampai hasil penelusuran tuntas.
Nakes bisa menggunakan obat penurunan panas menggunakan tablet, dimasukkan ke anal, injeksi dan sebagainya.
Selain itu Kemenkes juga meminta seluruh apotek sementara waktu tidak menjual obat secara bebas dalam bentuk cair atau sirup, sampai hasil penyelidikan dari Kemenkes dan BPOM tuntas.
"Kemenkes juga menghimbau seluruh masyarakat untuk melakukan pengobatan anak sementara ini, tidak mengonsumsi obat berupa cair atau sirup tanpa berkonsultasi dengan nakes termasuk dokter," tegasnya.
Saat ini Kemenkes dan BPOM masih menelusuri dan meneliti secara komprehensif terkait obat sirup dan cIr. Termasuk kemungkinan faktor risiko lain penyebab dari gangguan ginjal akut ini.
6.Kasus Ginjal Akut Pada Anak, Ahli Epidemiologi Ingatkan Soal Akses Layanan Kesehatan
Pakar Epidemiologi ingatkan kemudahan akses layanan kesehatan pasien gagal ginjal akut pada Anak.
Epidemiolog Universitas Grifith Australia, Dicky Budiman mengatakan selain penyiapan rumah sakit rujukan, pemerintah perlu memerhatikan koordinasi dan optimalisasi di sumber daya kesehatan.
“Kasus gagal ginjal akut bukan kasus yang biasa. Karena dia memerlukan level treatment atau fasilitas yang tidak biasa dan tidak ada di level puskesmas. Tidak semua pemerintah daerah mempunyai punya itu,” ungkapnya pada Tribunnews, Kamis (20/10/2022).
Beberapa alat dan fasilitas yang dibutuhkan dalam penanganan gangguan ginjal di antaranya seperti hemodialisis atau mesin pencuci darah hingga dokter bedah untuk anak.
Sayangnya, tidak semua layanan dan alat tersebut tersedia di daerah.
Lebih lanjut, menurut Dicky perlu menetapkan lonjakan kasus gangguan ginjal akut pada anak ini sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB).
Menurut Dicky, jika kasus ini telah ditetapkan sebagai KLB, maka akan memudahkan koordinasi serta mendorong optimalisasi di bidang kesehatan.
“Karena kalau diterapkan, akan lebih memudahkan koordinasi dan optimalisasi sumber daya tenaga di bidang kesehatan dalam menangani KLB. Ini penting karena tidak semua daerah punya kapasitas., resource atau dana. Tidak hanya masalah rujukan,” tegasnya.
Sumber daya di bidang kesehatan, kata Dicky bukan hanya tenaga kesehatan beserta pembekalan saja. Tapi juga dana dan kesiapan farmasi seperti obat dan layanan fasilitas kesehatan.
Apa lagi kondisi geografis Indonesia yang berbentuk dengan kepulauan.
Ketika pasien diarahkan ke rumah sakit rujukan saja, tentu dibutuhkan biaya transportasi dan lainnya.
Jika tidak ada dana, maka membawa pasien ke rumah sakit rujukan tentu sulit untuk dilakukan.
“Tapi sebelum ke rumah sakit, dipikirkan soal kendaraan dan sumber dana. Status KLB ini dapat membantu. Kalau tidak ditetapkan percuma. Karena ada pasien yang dirujuk ke rumah sakit tapi tidak bisa dirujuk karena tidak ada kapasitas,” pungkasnya.
7. RSCM Gunakan Obat Antidotum dari Singapura Untuk Obati Pasien Gangguan Ginjal Akut
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) menggunakan obat antidotum dari Singapura untuk mengobati pasien gangguan ginjal akut progresif atipikal.
Pengadaan dan pemberian obat ini telah mendapat izin dari Kementerian Kesehatan.
Pemberian obat antidotum berdasarkan kajian yang dilakukan oleh para ahli.
Di antaranya adalah para ahli dari Amerika dan Inggris yang juga menangani kasus serupa di Gambia.
Hal ini disampaikan oleh Direktur Utama RSCM Lies Dina Liastuti.
"Ternyata ada zat yg terkandung dalam obat tertentu yang bisa mengikat racun dalam tubuh seseorang. Kita cari obatnya, ternyata salah satunya yang menjual adalah Singapura," ungkap Lies pada konferensi di RSCM, Jakarta Pusat, Kamis (20/10/2022).
Sebagai rincian, obat antidotum tersebut tiba dalam jumlah 10 Vial pada Selasa (18/10/2022) lalu.
Hingga saat ini RSCM telah memberikan dua vial setiap harinya pada pasien.
Sehingga stok obat tersebut kini telah menipis. Pihaknya pun meminta izin pada Kemenkes untuk mengadakan kembali obat tersebut.
49 kasus gagal ginjal akut
RSCM sejak Januari 2022 hingga Kamis (20/10/2022) menerima 49 pasien rujukan gangguan ginjal akut misterius.
Dari total pasien rujukan tersebut, 63 persen atau 31 di antaranya meninggal dunia.
Sementara itu sebanyak 7 pasien telah sembuh dan 11 lainnya masih dalam perawatan.
Adapun dari 11 pasien yang dirawat, 10 berada di Pediatric Intensive Care Unit (PICU), dan 1 anak masih di IGD (Instalasi Gawat Darurat).
"Angka kematiannya 63 persen dari 49 orang. Lebih dari 50 persen. Jadi yang pulang atau yang hidup cuma 7 orang. Sekarang yang (dirawat) di RS ada 11 (orang)," kata Direktur Utama RSCM dr Lies Dina Liastuti dalam konferensi pers dikutip dari live streaming Kompas TV, Kamis (20/10/2022).
Adapun kata Lies, anak yang alami gagal ginjal akut didominasi oleh balita, di mana dari daftar pasien rujukan ke RSCM, paling muda berumur 8 bulan dan tertua 8 tahun.
"Kita lihat kasus ini dominasinya balita, yang masuk RSCM paling muda 8 bulan, paling tua 8 tahun. Jadi kasihan sekali," katanya.
Saat digali dari cerita para orangtuanya, mayoritas mengatakan bahwa anaknya tidak punya masalah penyakit sebelumnya.
Namun, mayoritas dari anak-anak tersebut mengalami demam, gejala diare, dan batuk pilek.
Pasien yang dirujuk ke RSCM juga disebut sudah mengalami kondisi tidak ada urine.
"Mereka sudah dalam kondisi sudah tidak ada kencing. Pindah ke kita memang sudah sulit untuk di atasi," kata Lies.
"Jadi kami melakukan dua hal, satu pengobatan semaksimal mungkin dicoba atas dasar pemeriksaan macam-macam," lanjut dia.
Ia mengungkap kasus gagal ginjal akut atau mendadak pada anak ini jadi perhatian lantaran jumlah kasusnya alami peningkatan sejak bulan Agustus 2022.
Rinciannya, terdapat 2 kasus pada Januari, 1 kasus di bulan Maret, 3 kasus pada bulan Mei, 2 kasus di bulan Juni, 1 kasus di bulan Juli, 8 kasus di bulan Agustus, 20 kasus pada September, dan 12 kasus pada Oktober 2022.
"Kenapa ini menjadi perhatian, mulai bulan Agustus kasusnya melonjak," ungkap dia.
Lies meminta kepada masyarakat yang mendapati anaknya dalam keadaan demam agar jangan buru-buru diberi obat.
Ia menyebut untuk saat ini pemberian obat kepada anak yang alami demam harus hati-hati dan sesuai dengan petunjuk atau resep dokter.
Perawatan pertama yang bisa dilakukan untuk anak adalah memberikan cairan cukup dan mengompres demamnya.
“Kalau ada masyarakat demam, jangan langsung dikasih obat,” kata dia.
8. Update Kasus Gangguan Ginjal Akut, Kemenkes : Total Ada 304 Kasus , 159 Pasien di Antaranya Meninggal
Hingga Senin (31/11/2022), disebutkan bahwa saat ini ada 304 kasus gangguan ginjal akut di Indonesia, dari 27 provinsi.
Hal ini disampaikan oleh Juru Bicara Kemenkes dr Muhammad Syahril, pada konferensi pers, Selasa (1/11/2022).
"Terhitung 31 Oktober 2022 kemarin, jumlah kasus kita sebanyak 304," paparnya.
Sebagai rincian, pasien yang masih dirawat di seluruh Indonesia ada 46 kasus sedangkan korban yang meninggal adalah sebanyak 159 orang.
Lalu, pasien gangguan ginjal akut yang sembuh sebanyak 99 orang.
Untuk pasien laki-laki dari total kasus adalah 59 persen. Pasien perempuan dari total kasus keseluruhan adalah 41 persen.
Lebih lanjut, dr Syahril menyampaikan kelompok umur dari pasien gangguan ginjal akut. Yang tertinggi adalah kelompok usia 1-5 tahun yaitu 173 anak. Kemudian dari total kasus kematian, yang tertinggi adalah kelompok umur 1-5 tahun, yaitu sebanyak 106 anak.
9. Jubir Kemenkes Sebut Angka Kematian dari Penyakit Gangguan Ginjal Akut Menurun
Juru Bicara Kementerian Kesehatan dr Muhammad Syahril menyebutkan, sejak diterapkan aturan larangan penggunaan pemakaian obat cair sementara, angka kematian menurun.
"Semenjak saat itu, kasus tidak terlalu banyak, dan angka kematian menurun," ungkapnya pada konferensi pers virtual, Selasa (1/11/2022).
Menurut Syahril, hal ini pun didukung setelah Badan Pengawas Obat dan Makan (BPOM) merilis obat cair mana saya yang aman dipakai.
Hal ini diikuti oleh Surat Edaran yang dibuat oleh Kementerian Kesehatan RI tentang adanya 198 jenis obat yang aman digunakan, sesuai dengan penemuan dan rekomendasi BPOM.
Lebih lanjut, Syahril menjelaskan kembali jika kasus ini menaik di akhir Agustus 2022.
"Kemudian berproses, hingga menyingkirkan sebagian penyebab gangguan ginjal akut. Kita merucut pada satu dugaan yaitu bahan yang ada dalam obat-obat sirup yang diminum anak-anak," paparnya lagi.
Di sisi lain, ia menyebutkan pemerintah telah mendatangkan obat penawar yang berasal dari Singapura, Australia dan Jepang dengan jumlah total 246 vial.
Serta, sudah dibagikan ke 17 rumah sakit di Indonesia yang saat ini sedang merawat pasein gagal ginjal akut.
"Dan kita masih punya stok 100 apa bila pasien dirawat membutuhkan antidotum tersebut," pungkasnya.