TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Para orangtua perlu lebih waspada menjaga anak-anaknya karena kasus penyakit kanker semakin banyak ditemukan pada anak-anak di Indonesia.
Ribuan anak di Tanah Air terdeteksi mengidap penyakit kanker sepanjang 2022 lalu sebanyak 1.821 anak.
Mereka adalah data anak-anak yang teregistrasi sebagai pasien kanker di berbagai rumah sakit.
"Ini (data) dari IDAI registrasi dan cukup valid. Jumlah pasien kanker anak yang
terdata di 12 RS besar di Indonesia itu hampir mencapai 2.000 anak," kata Ketua UKK
Hematologi Onkologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Teny Tjitra Sari dalam
webinar peringatan Hari Kanker Dunia, Sabtu (4/2/2023).
Dari 1.821 anak di Indonesia yang teregistrasi sebagai pasien kanker, sebanyak 1.319 pasien diantaranya sudah divalidasi. Sisanya 502 anak masih belum tervalidasi.
Teny menyebut penyakit kanker yang paling banyak diderita oleh anak di Indonesia adalah kanker darah alias leukemia.
"Kanker darah yaitu leukemia kanker paling sering ditemukan. Kemudian ada
retinoblastoma, osteosarkoma atau kanker tulang," tutur Teny.
Dia juga memaparkan 10 besar subgrup kanker yang diderita anak-anak yang menjadi
pasien, yakni Leukemia limfoblastik 673 anak, Leukemia myeloblastik akut 144 anak,
Retinoblastoma atau kanker retina 102 anak, Osteoraskoma 91 anak.
Kemudian Lomfomamalidna 75 anak, Nefroblastoma dan tumor ginjal 68 anak, Neuroblastoma 58 anak, Leukemia myeloblastoma 50 anak, serta Tumor ganas sel geminalgonad ganas 47 anak.
Data milik IDAI ini sesuai dengan data WHO yang menyebut leukemia menjadi kanker
paling dominan yang diderita oleh anak-anak.
Baca juga: Aisha Aurum Sembuh dari Leukemia, Denada Ungkap Hal yang Dirindukan Putrinya
"Sebenarnya saya menunjukan hal ini sama dengan yang sudah disampaikan oleh WHO tadi, jadi memang leukemia adalah kanker anak yang paling sering," ucap Teny.
WHO sendiri memperkirakan ada 1.000 anak didiagnosa kanker setiap hari. Setiap
tahun, ada 400 ribu anak hingga remaja (0-19 tahun) mengidap penyakit tersebut.
Dari jumlah tersebut, insidensi kanker pada anak di negara Asia (termasuk Indonesia)
tergolong tinggi.
Jumlah insidensi di Asia yakni 143.053 kasus, Afrika 62.776 kasus, Amerika 45.244 kasus, Eropa 26.467 kasus, dan Australia 1.879 kasus.
Baca juga: Mengapa Leukemia Sering Diidap Anak-Anak? Begini Penjelasan Dari Dokter
Saat ini WHO telah mengingatkan jika kanker pada anak sudah menjadi prioritas. "Jadi beberapa tahun terakhir ini WHO mengingatkan ini menjadi prioritas. Jadi kami harus memberikan kesadaran mengenai hal ini," kata Teny.
Untuk Indonesia berdasarkan data Srikandi periode 2016-2020, menurut Teny kanker
pada anak paling banyak masih berjenis Leukemia dengan jumlah 13.343 kasus.
Kemudian tumor otak 1.740 kasus, limfoma non Hodgkin 1.633 kasus, tumor ginjal 1.183
kasus, karsinoma nasofaring 641 kasus, dan limfoma Hodgkin 346 kasus.
"Jadi untuk leukimia ini bisa dibilang ada 14 anak mengidap dari 100 ribu orang," kata dia.
Baca juga: Kenali Gejala Awal Saat Anak Menderita Leukemia, Muka Terlihat Lebih Pucat
Selain data, ia mengatakan hal yang perlu diperhatikan pada kasus kanker anak yakni
kualitas serta harapan hidup ke depan.
Di negara berkembang seperti Indonesia, harapan hidup pengidap kanker masih rendah hanya 20 persen, sementara di banyak negara maju sudah 80 persen.
"Harapannya ini menurut WHO itu bisa naik sampai 60 persen," ucap Teny.
Jaga Pola Hidup Sehat
Ia menambahkan pengidap kanker sebetulnya masih dapat diselamatkan, bahkan bisadicegah melalui pola hidup sehat.
"Maka itu yang pertama tentu pola hidup sehat, dari makanannya dan lainnya. Terus kalau memang ada gejala segera diperiksa untuk memastikan semua baik-baik saja. Jangan sudah parah baru diobati. Kesadaran ini harus ditingkatkan," katanya.
Senada dengan Teny, Ketua Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)
Piprim Basarah Yanuarso mengingatkan penyakit kanker bisa menyerang anak-anak.
Meski tidak sebanyak pada orang dewasa, kasus kanker pada anak mulai menunjukkan
peningkatan. Namun Piprim mengatakan kanker pada anak cenderung bisa dideteksi
lebih dini.
"Makin dini terdeteksi, pengobatannya tidak sekompleks kalau sudah
menyebar ke mana-mana," ujar Piprim.
Piprim juga mengingatkan orang tua untuk meningkatkan kewaspadaan dini terhadap kanker anak. Sebab jika terlambat, pengobatannya akan semakin kompleks.
Sementara Sekjen Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia (PERABOI), Yadi
Permana mengatakan kanker masih menjadi momok yang menakutkan karena banyak
informasi yang berseliweran sehingga memunculkan salah kaprah di tengah
masyarakat.
Salah satunya seperti anggapan penderita kanker tidak diperkenankan
beraktivitas seperti biasa.
Yadi sendiri mendorong pasien kanker untuk tetap beraktivitas seperti biasa. "Justru
saya mendorong pasien kanker untuk beraktivitas seperti biasa. Karena adanya
dukungan dari komunitas dapat mendorong terjadinya penyembuhan," ungkapnya.
Tidak Boleh Capek
Menurut, tidak ada kekhususan bagi penderita kanker dalam beraktivitas.
"Sebetulnya tidak ada kekhususan. Tidak boleh capek. Namun yang perlu diperhatikan adalah saat pengobatan," katanya lagi.
Ia pun memberikan contoh seperti kanker payudara. Dari stadium awal hingga lanjut,
jika telah menyelesaikan pengobatan diharapkan untuk tidak bekerja terlebih dahulu.
Apa lagi setelah pengobatan jalur kemoterapi.
Karena pada saat seminggu pertama pasca kemoterapi, biasanya daya tahan tubuh sedang turun. "Sehingga diharapkan tidak bekerja terlalu capek, atau pun kalau misalnya harus bekerja diharapkan dari rumah atau menggunakan masker," paparnya lagi.
Karena dalam kondisi daya tahan tubuh yang lemah bisa mudah terinfeksi penyakit.
Tertular batuk pilek dan sebagainya yang bisa merugikan pasien sendiri.
Namun dia mengingatkan untuk bekerja sesuai dengan proporsi dan jangan berlebihan.(tribunnetwork/ais/dod)