News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

WHO: Dunia Hadapi Lonjakan Kolera Terbesar dalam 20 Tahun

Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Relawan mengajar anak-anak Suriah di tenda pengungsian pada Selasa (28/2/2023). Selain itu, tim White Helmets sedang berupaya memperbaiki saluran air untuk mencegah penyebaran penyakit kolera akibat gempa Turki dan Suriah yang terjadi pada Senin (6/2/2023).

TRIBUNNEWS.COM, JENEWA - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah memperingatkan bahwa faktor-faktor termasuk krisis ekonomi, perubahan iklim, dan dampak dari pandemi virus corona (Covid-19) telah menyebabkan kondisi ideal bagi kolera untuk berkembang di negara-negara berisiko tinggi.

Hal itu disampaikan WHO setelah mencatat lonjakan tajam penyakit tersebut pada setidaknya 30 negara.

"Skala berbagai wabah meningkat tajam pada 2022 setelah beberapa tahun menurun,"kata WHO.

Baca juga: Wabah Kolera di Suriah, 2 Orang Tewas dan 568 Kasus Dilaporkan di Daerah yang Dilanda Gempa

Dikutip dari laman Russia Today, Selasa (7/3/2023), pada periode Januari hingga Oktober 2022, 29 negara melaporkan lonjakan kasus penyakit ini, dibandingkan dengan 23 kasus pada tahun sebelumnya, dengan angka diprediksi meningkat pada 2023.

"Jumlah negara yang mengalami wabah besar ini terjadi pada saat yang sama, kami belum melihatnya setidaknya dalam 20 tahun. Sebagian besar wabah besar yang kita lihat semuanya didorong oleh peristiwa iklim besar yang tidak biasa," kata Kepala Unit Tanggap Darurat Kolera WHO, Philippe Barboza.

Ia menambahkan bahwa negara-negara Afrika bagian selatan sangat berisiko karena menghadapi hujan lebat dan siklon tiga tahun berturut-turut yang dibawa oleh fenomena cuaca La Nina.

Direktur WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan pada tahun lalu bahwa efek perubahan iklim telah 'meningkatkan' dampak kolera.

Suriah mengumumkan wabah penyakit pertamanya dalam 15 tahun tahun lalu, dengan situasi yang memburuk setelah terjadinya gempa bumi pada bulan lalu.

Sedangkan Lebanon menghadapi masalah serupa untuk pertama kalinya dalam 30 tahun karena berjuang melawan penyakit ini di tengah keruntuhan ekonomi.

Para ahli mengatakan bahwa masalah tersebut juga diperparah dengan layanan kesehatan berbagai negara yang kewalahan menangani kasus Covid-19, mengingat upaya untuk memerangi wabah kolera dihentikan sementara selama pandemi.

"Kolera bisa dikendalikan, harus dikendalikan. Tidak terlalu mahal, hanya untuk memberikan akses kesehatan, itu adalah Hak Asasi Manusia (HAM)," jelas Barboza.

Kolera merupakab penyakit parah yang ditularkan melalui konsumsi makanan atau air yang terkontaminasi.

Penyakit ini dapat menyebabkan kematian dalam beberapa jam jika tidak segera ditangani.

Angka dari WHO menyatakan bahwa sekitar 143.000 orang meninggal akibat penyakit ini secara global setiap tahunnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini