Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penanganan stroke tak hanya bergantung dari tenaga kesehatan belaka.
Demikian dikatakan Dokter Spesialis Bedah Saraf Eka Hospital BSD & juga menjabat sebagai Kepala Departemen Bedah Saraf RSCM, Dr. dr. Setyo Widi Nugroho, Sp.BS (K), Selasa (14/3/2023).
Menurut dia, penanganan stroke harus dimulai dari pembentukan sistem kesehatan.
Baca juga: Baru 50 Persen RS Kabupaten/Kota Punya Alkes untuk Penyakit Stroke, Jantung, Ginjal, dan Kanker
Keberadaan tenaga kesehatan memang berperan, tapi baru satu faktor. Masih banyak faktor pendukung lainnya.
Pertama, lanjut dia, negara harus mencoba supaya stroke bisa dicegah dan negara harus bertindak.
"Kalau di negara maju bahkan anak-anak usia sekolah, makanan saja diatur, ada regulasi negaranya. Di Singapura, Jepang, dan negara maju lainnya, negara melakukan intervensi bagaimana mengatur diet masyarakat," papar dr Setyo.
Dengan melakukan pencegahan, populasi stroke akan berkurang.
Tapi memang, dalam populasi yang relatif kecil ada juga penyakit-penyakit yang bisa menyebabkan stroke.
Kedua, menurut dr Setyo penanganan stroke punya keterbatasan waktu.
Mereka yang telah sakit stroke punya waktu yang sangat terbatas dan paling bagus harus bisa ditangani di bawah 4 jam.
Dimulai dari persiapan rumah sakit, kelengkapan alat, obat-obatan dan sebagainya.
"Kalau di luar, di Jepang dan Korea, dibagi distrik-nya, sehingga kalau ada pasien stroke dia datang ke rumah sakit di bawah dua jam untuk mendapat penanganan," paparnya lagi.
Lebih lanjut, pemerintah kata dr Setyo perlu bekerja keras supaya keberadaan dokter bisa merata di seluruh daerah Indonesia.
Oleh karenanya, penanganan pasien bisa didapat secara tepat dan cepat. Situasi ini, kata dr Setyo, tidak bisa dipecahkan hanya oleh dokter.
Namun semua pihak harus bekerjasama sama, dimulai dari tenaga kesehatan, telekomunikasi, sistim ambulans dan masih banyak lagi.