Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Kasus tuberkulosis (TBC) di Indonesia mencapai lebih dari 700 ribu pada 2022.
Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI Mohammad Syahril mengungkapkan, deteksi kasus TBC merupakan rekor tertinggi di Indonesia.
Baca juga: Kemenkes Deteksi TBC di Indonesia, Lebih 700 Ribu Kasus Ditemukan
Lantas kenapa prevalensi TBC di Indonesia selalu tinggi?
Terkait hal ini, Peneliti Keamanan dan Ketahanan Kesehatan Global Dicky Budiman pun ungkap kenapa kasus TBC masih tinggi di Indonesia.
Pertama adalah adanya faktor kemiskinan.
"Jadi penyakit TBC ini sangat erat dengan kemiskinan, kurang gizi, dan juga buruknya kesehatan lingkungan," ungkapnya pada Tribunnews, Sabtu (1/4/2023).
Indonesia termasuk negara berkembang.
Baca juga: IDAI Ungkap Empat Kondisi yang Bisa Memicu Keparahan TBC
Dan pada negara berkembang, banyak ditemukan orang miskin, kurang gizi, dan lingkungan yang buruk sehingga membuat mereka rawan terinfeksi TBC.
Faktor kedua adalah buruk atau lemahnya pelayanan kesehatan.
Lemahnya pelayanan kesehatan berkaitan erat dengan masalah TBC.
Di antara tidak seperti terdeteksi kasus infeksi dengan cepat.
"Artinya bicara kasus TBC, banyak tidak terdeteksi atau mendapatkan terapi yang memadai. Akhirnya bukan hanya membuat orang itu makin parah. Tapi penyakitnya makin menyebar," kata Dicky lagi.
Ketiga tingginya prevalensi HIV.
"Jadi negara-negara dengan prevalensi (HIV) tinggi, termasuk Indonesia, membuat si penderita lemah dari sistim imunitas. Membuat orang tersebut rawan terinfeksi TB," kata Dicky.
Umumnya pada negara berkembang, dalam konteks Indonesia memiliki kasus yang tinggi.
Akhirnya meningkatkan kecenderungan transmisi TBC.
Keempat, lingkungan penduduk yang padat dan kumuh.
Beberapa daerah di Indonesia tinggal di daerah padat penduduk dan kumuh.
Sehingga akhirnya membuat risiko TBC jauh lebih tinggi.
Kelima adalah terbatasnya infrastruktur kesehatan masyarakat.
"Ketika program kesehatan masyarakat lemah, kontrol terhadap penyakit juga lemah. Dan ketika kelemahan tidak diperbaiki, (kasus infeksi) menyebar semakin banyak," pungkasnya.