Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Tidak hanya di desa-desa, stunting juga masih ditemukan di daerah perkotaan.
Padahal, daerah perkotaan dekat dengan akses dan pelayanan kesehatan.
Baca juga: Tidak Cukup Lewat Pemberian Pangan, Cegah Stunting Perlu Kader Posyandu yang Terampil
Lantas kenapa anak-anak perkotaan tetap berisiko alami stunting?
Terkait hal ini, Chief Operating Officer (COO) 1000 Days Fund sekaligus dokter umum, dr Rindang Asmara, MPH mengungkapkan kenapa stunting juga bisa terjadi di kota.
"Ketidakpahaman sih lagi-lagi ya. Jadi tadi sering mengulang perihal literasi kesehatan. Jadi literasi masyrakat Indonesia secara umum terhadap kesehatan itu masih sangat minim," ungkapnya saat ditemui Tribunnews di bilangan Jakarta, Senin (26/6/2023).
Baca juga: Cegah Stunting dengan Pemberian Telur hingga Deteksi Dini ke Puskesmas
Kurangnya literasi membuat perilaku hidup sehat tidak tercerminkan dalam kehidupan sehari-hari.
Menurutnya kasus ini terbilang sama dengan masyarakat yang berada di daerah pedesaan.
Warga punya makanan dan akses kesehatan yang diberikan oleh pemerintah secara gratis.
Di antaranya seperti vaksinasi, obat cacing, vitamin A, zat besi, dan lainnya.
"Tetapi tidak semuanya mau mengakses karena tidak semuanya mengerti," kata dr Rindang.
Ada Kaitannya dengan Makanan Ultra Proses
Stunting di daerah perkotaan bisa juga berkaitan dengan makanan ultra proses.
Makanan ultra proses adalah kategori makanan kemasan yang paling banyak mengalami perubahan dari keadaan aslinya.
"Sangat, diperkotaan mau pun di desa sangat mudah didapat," tambah dr Rindang.
Selain itu, bisa juga disebabkan karena social norm atau standar yang ada di lingkungan tersebut.
"Jadi (seperti) anak-anak lain beli itu. Kok aku gak ikutan jajan, atau mungkin orangtuanya, kasihan anak ku. Anak orang lain bisa beli, masa saya gak beli," paparnya.
Padahal saat anak mengonsumsi makan ultra proses otaknya akan memberitahu pada tubuh jika makanan itu mengandung tinggi gula.
Lalu otak akan memberi tahu tubuh bahwa dirinya tidak lapar.
Sehingga ketika dikasih makanan, anak tidak mau makan.
"Orangtua akan menganggap anak susah makan. Padahal sebelumnya ibu kasih apa? Kasih es krim, kasih fast food, makanan manis dan lainnya. Wajar anak gak mau makan," pungkasnya.