Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Data epidemiologi memperkirakan sindrom ovarium polikistik atau polycystic ovarian syndrome atau PCOS dialami oleh lebih dari 116 juta atau sekitar 3,4 persen wanita di seluruh dunia.
PCOS diperkirakan merupakan penyakit metabolik yang paling sering dialami wanita usia subur.
Dr. Dwi Silvia, SpOG(K)-FER, dokter Spesialis Kebidanan dan Kandungan dari RS Siloam Sriwijaya di Palembang mengatakan, PCOS ini yang dalam bahasa Indonesianya Sindrom Ovarium Polikistik bukanlah penyakit.
Baca juga: Pola Hidup Sangat Berpengaruh Terhadap PCOS, Ini Penjelasan dr. Ronny Adrian Sp.OG
PCOS merupakan gangguan hormon yang mempengaruhi ovarium atau indung telur dari organ wanita.
"Gangguan ini dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan, termasuk ketidakseimbangan hormon seks wanita, infertilitas atau sulit hamil, siklus menstruasi yang tidak teratur, dan pertumbuhan rambut berlebihan pada wajah dan tubuh (hirsutisme)," kata Dwi Silvia saat edukasi bertajuk 'Kupas Tuntas PCOS' di Palembang, Kamis (14/9/2023).
Beberapa gejala yang mengindikasikan seorang wanita mengidap PCOS seperti siklus menstruasi tidak teratur bahkan terjadi pendarahan hebat.
Ada pula masalah pada kulit seperti jerawat yang parah pun kelebihan berat badan dan sulit mengendalikannya.
"Namun penting untuk diingat bahwa tidak semua wanita dengan PCOS akan mengalami semua gejala ini," katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Dr. Oriza Z., SpOG(K)-FER mengatakan, diagnosis PCOS biasanya dibuat oleh dokter berdasarkan kombinasi gejala, pemeriksaan fisik, pemeriksaan darah untuk mengukur tingkat hormon, dan pemeriksaan ultrasonografi ovarium.
Dikatakannya, PCOS secara umum dapat diketahui setelah tiga tahun, yaitu sejak siklus menstruasi pertama kali dialami para wanita sehingga diperlukan tahap evaluasi jika merasakan sejumlah gejala yang telah disebutkan.
"Namun para wanita tidak perlu khawatir karena saat ini PCOS dapat dicegah dan diobati yang tentunya harus sesuai dengan gejala dan saran dari dokter setelah dilakukan pemeriksaan," katanya.
Pencegahan dan Pengobatan
Pencegahan selalu lebih baik, selain lebih mudah dilakukan namun juga dapat terhindar dari penyakit pun pada PCOS.
Bagi wanita, yaitu terutama harus memodifikasi lifestyle menjadi lebih baik seperti pola makan yang sehat, istirahat dan olahraga dengan intensitas cukup sekaligus pentingnya mengendalikan stress.
Poin utama pencegahan ini selain memperlancar siklus menstruasi dan mencegah PCOS, sekaligus mencegah penyakit penyakit lainnya.
”Mengubah gaya hidup menjadi sangat penting di kalangan wanita untuk mencegah PCOS. Hanya saja, bagi yang terpapar sindrom ovarium polikistik, maka diperlukan pengobatan atau terapi hormonal, yang biasanya ditempatkan sebagai pilihan pertama untuk mengelola PCOS ini", tutur dr. Oriza yang jadwal prakteknya bisa dilihat melalui aplikasi MySiloam.
Baca juga: PCOS (Polycystic Ovary Syndrome): Gejala, Penyebab hingga Komplikasi yang Disebabkan oleh PCOS
Akan tindakan medis, menurut dr. Oriza ada beberapa kasus dari PCOS diperlukan tindakan operasi, melalui Laparoskopi yaitu dengan melakukan drilling ovarium Kateterisasi ovarium dan pengecilan ovarium dibuang sehingga diharapkan dapat menurunkan kondisi hiperandrogennya.
Perlu diingat bahwa tindakan ini dapat menjadi pilihan apabila penderita pcos menginginkan adanya suatu kehamilan.
"Selain tindakan laparoskopi ini, adapun pilihan terakhir Yang dapat ditempuh oleh penderita pcos dalam menginginkan suatu kehamilan yaitu dengan melakukan IVF atau bayi tabung," kata Dwi Silvia.