Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA – Bagi kebanyakan orang menikah adalah momen yang begitu spesial, apalagi mereka yang sudah punya pernikahan impian.
Sayangnya, pernikahan tidak hanya sampai pada prosesi ataupun resepsi saja, karenanya perlu persiapan yang sangat matang sebelum akhirnya memutuskan memasuki fase hidup baru.
Persiapan ini dirasa sangat penting dilakukan untuk memastikan fase kehidupan berumah tangga bisa berjalan bahagia.
Lalu apa saja yang harus dipastikan sebelum menikah?
Berikut adalah hal-hal yang harus dipersiapkan seperti yang disampaikan oleh Psikolog Anak, Remaja dan Keluarga Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Republik Indonesia Novita Tandry saat dihubungi oleh Tribunnews.com, Rabu (8/5/2024):
1. Usia Ideal
Usia yang ideal kata Novita menjadi persiapan penting saat akan menikah.
Selain berkaitan dengan kematangan fisik dan alat reproduksi, menikah di usia terlalu muda juga dikhawatirkan memperbesar risiko perceraian lantaran belum hubungan relasi dengan diri sendirnya belum selesai.
“Usia yang matang itu (menikah) 25 tahun. Karena otak manusia itu matang secara sempurna di usia tersebut. Kalau BBKBN menyarankan usia minimal menikah bagi perempuan adalah 21 tahun dan laki-laki adalah 25, saya sarankan perempuan minimal 25 tahun dan laki-laki 27 tahun,” kata dia.
Selain itu, mental seseorang harus juga dipersiapkan sebelum menikah.
Kesiapan fisik, reproduksi dan mental erat berkaitan dengan usia seseorang. Pernikahan merupakan tanggung jawab besar yang memerlukan kematangan secara fisik dan mental untuk memahami hak dan kewajiban sebagai pasangan suami-istri, ayah dan ibu bagi anak-anak, maupun sebagai partner sehidup semati.
2. Kesiapan Finansial
Kehidupan pernikahan yang panjang tentu harus memiliki persiapan finansial yang jelas dan tentunya tidak sedikit. Calon pasangan suami istri ada baiknya telah membicarakan hal ini secara terbuka.
“Menikah bukan pakai modal orang tua. Jangan membebankan kehidupan kita berkeluarga dengan orang tua, harus mandiri tak bisa lagi dinafkahi oleh orang tua,” ungkap dia.
Novita mengingatkan, ungkapkan secara detail keuangan kepada pasangan, tidak perlu ada yang ditutupi.
Saat Anda atau pasangan menganggap masalah ekonomi bukan jadi hal krusial yang harus dipersiapkan, maka timbang lagi niatan baik itu.
“Karena banyak ditemui di ruang praktik psikolog, masalah pernikahan itu berakar dari ekonomi. Ujung-ujungnya ya bercerai,” tutur Novita.
3. Motivasi dan Komitmen
Ia menyatakan, sejak mengawali rumah tangga baik suami dan istri harus memiliki motivasi yang jelas dalam pernikahan.
Bukan hanya sekadar terdesak orang tua dan keluarga, karena usia yang tak muda atau menikah karena dorongan sosial di mana harus memiliki keturunan.
"Bukan seperti orang kerja, tidak cocok cari perusahaan lain yang bisa memenuhi sesuai apa yang dimau. Datang, tinggal lalu pindah. Kalau menikah motivasinya salah, tidak kuat hanya sekadar punya keturunan, sekadar mengubah status secara sosial ini sulit bertahan. Menikah itu komitmen sejak hari pertama menikah itu harus diperjuangkan setiap hari sampai maut memisahkan," jelas Novita.
Setelah motivasi menikah jelas maka kata dia, muncullah komitmen untuk menjaga hubungan dalam pernikahan.
Novita menyebut, menjadi hal lumrah jika sering mengalami naik turun perasaan dalam berumah tangga merupakan hal biasa.
Namun saat sudah memiliki motivasi dan komitmen, maka jurang perceraian sulit ditembus.
"Motivasi kalau itu saja tidak cukup, kalau menikah itu komitmen harus diperjuangkan seumur hidup sampai maut memisahkan. Komitmen itu tidak mudah, berada di sana dan tidak bisa keluar dari situ. Tapi kalau tidak punya motivasi kuat akan gampang bercerai, tidak cocok sudah tinggalkan," urainya.
4. Kesehatan Pasangan
Mengikuti serangkaian tes kesehatan sebelum menikahnya artinya mempersiapkan kesejahteraan keluarga di masa depan.
Ada banyak penyakit yang diturunkan oleh orang tua kepada anak misalkan talasemia atau HIV/AIDS.
Pemeriksaan kesehatan secara menyeluruh diharapkan bisa membantu calon suami istri membangun keluarga yang sehat.
Cek pra nikah akan menekan risiko dari penyakit bawaan salah satu atau kedua belah pihak.
Ada tujuh jenis tes yang akan Anda dan pasangan lewati dalam pre-marital check up, antara lain: pemeriksaan darah, tes golongan darah dan rhesus, deteksi hepatitis B, tes TORCH, pemeriksaan HIV/AIDS, tes gula darah, tes urin.
5. Pemilihan Tempat Tinggal
Tempat tinggal menjadi kebutuhan pokok yang tentu juga harus dipertimbangkan sebelum menikah.
Menentukan rumah tinggal pasca menikah penting. Diskusikan harapan dan preferensi soal rumah tinggal, apakah ingin mandiri atau ikut orang tua.
Karena menciptakan lingkungan yang baik turut membantu kelangsungan kehidupan keluarga itu sendiri.
Juga rencanakan soal anggaran untuk menyewa rumah jika belum ada rumah tinggal bersama.
Pastikan pula rumah yang sewa dapat memenuhi kebutuhan keduanya, misalnya tidak terlalu jauh lokasinya dari tempat kerja, keamanan, akses.
Rencana yang matang terkait rumah diharapkan menjadikan rumah menjadi saksi manis dalam perjalanan pernikahan.
6. Merencanakan Jumlah Anak
Merencanakan jumlah keturunan memiliki hubungan erat dengan finansial dan kesehatan.
Misalkan mencegah stunting. Menjadi orang tua wajib dipersiapkan untuk mewujudkan generasi yang berkualitas.
Diketahui pula, semakin tahun anggaran pendidikan atau sekolah makin mahal, dengan merencanakan jumlah keturunan maka memperkirakan jumlah kebutuhan untuk pendidikan.
Pasangan juga harus mengetahui hak dan kewajiban menjadi orang tua selama menjalani pernikahan.
7. Pahami Kewajiban dan Peran Suami Istri
Selain motivasi dan komitmen dalam membangun rumah tangan, calon pasangan harus mengetahui secara detail peran dan kewajiban saat menjadi suami istri.
Menikah tidaklah hanya cinta dan romansa saja, ada tanggung jawab dan kewajiban.
Seperti tugas rumah tangga yang tidak hanya dibebankan kepada istri. Suami juga harus membantu.
Hal yang tampak sederhana saja jika terus dipupuk selama pernikahan maka akan menimbulkan kekecewaan.
“Istri hamil, melahirkan lalu menyusui suami menuntut banyak harus ini itu melayani suami. Suami tidak mau tahu keadaan kalau tidak akan timbul rasa kekecewaan pada pasangan. Suami tidak berperan dalam pengasuhan anak atau menilai istrinya tidak menjalankan tugas sebagai istri, lama-lama bisa memicu pertengkaran, ketidakcocokan dan berujung berpisah,” kata Novita.
Ia pun berpesan kepada calon pasangan yang akan menikah agar melakukan konsultasi dan konseling pra nikah yang ditunjukkan kepada kamu para calon pengantin demi terwujudnya keluarga yang berkualitas.